Monday, February 18, 2013

Menu Cepat Saji Bisa Bikin Gagal Hati



Photo: Menu Cepat Saji Bisa Bikin Gagal Hati  

Sering menyantap makanan cepat saji ternyata berbahaya bagi hati atau liver. Bahkan berdasarkan penelitian terbaru, mengonsumsi makanan cepat saji selama sebulan dapat mengubah kondisi hati secara signifikan. Bahkan mempu merusak hati, seperti hepatitis.
"Kentang goreng pun menjadi panganan yang sangat berbahaya karena bahan tambahan yang terkandung di dalamnya," kata dr Drew Ordon dalam program televisi The Doctor, acara yang mempublikasikan penelitian ini.
Menurut Ordon, dalam mengolah makanan cepat saji, bagian dapur tak hanya menggunakan garam sebagai bumbu atau minyak berlemak untuk menggoreng. Mereka juga memasukkan gula hingga sajian terlihat renyah keemasan. "Makanan seperti ayam goreng dan onion ring sangat buruk bagi hati," kata Ordon. "Jumlah lemak jenuh menciptakan kondisi yang disebut fatty liver."
Panganan itu, Ordon melanjutkan, akan mengubah kandungan enzim dalam hati. Perubahan itu serupa dengan penyakit hepatitis. Bahkan mampu menyebabkan gagal hati. Di Amerika sendiri, tersebar 160 ribu restoran cepat saji dengan 50 juta pelanggan, setiap harinya.
Pada restoran cepat saji, konsumen tak hanya ditawarkan makanan dari penggorengan saja. Mereka juga dapat memilih menu salad. Namun, Ordon tetap tidak mempercayai bila salad cepat saji dapat menjadi pilihan yang tepat. Sebab, tak menutup kemungkinan bila salad itu mengandung bahan kimia. Sebab tidak ada aturan yang jelas dalam penyajian makanan itu.
"Beberapa restoran menambahkan zat anti-beku pada sayuran salad agar mencegah kelayuan," kata Ordon. "Meski mereka mengklaim sedikit zat itu tidak mempengaruhi kesehatan, ada baiknya Anda tak mengonsumsi makanan berzat anti-beku."
(tempo/18/2/13)

-------------------------------------------------------------
HANYA DENGAN Rp.10.000 ANDA SUDAH BISA BERBELANJA ONLINE DI TOKO FB, klik http://bit.ly/VO5ChZ
Sering menyantap makanan cepat saji ternyata berbahaya bagi hati atau liver. Bahkan berdasarkan penelitian terbaru, mengonsumsi makanan cepat saji selama sebulan dapat mengubah kondisi hati secara signifikan. Bahkan mempu merusak hati, seperti hepatitis.

"Kentang goreng pun menjadi panganan yang sangat berbahaya karena bahan tambahan yang terkandung di dalamnya," kata dr Drew Ordon dalam program televisi The Doctor, acara yang mempublikasikan penelitian ini.
Menurut Ordon, dalam mengolah makanan cepat saji, bagian dapur tak hanya menggunakan garam sebagai bumbu atau minyak berlemak untuk menggoreng. Mereka juga memasukkan gula hingga sajian terlihat renyah keemasan. "Makanan seperti ayam goreng dan onion ring sangat buruk bagi hati," kata Ordon. "Jumlah lemak jenuh menciptakan kondisi yang disebut fatty liver."

Panganan itu, Ordon melanjutkan, akan mengubah kandungan enzim dalam hati. Perubahan itu serupa dengan penyakit hepatitis. Bahkan mampu menyebabkan gagal hati. Di Amerika sendiri, tersebar 160 ribu restoran cepat saji dengan 50 juta pelanggan, setiap harinya.

Pada restoran cepat saji, konsumen tak hanya ditawarkan makanan dari penggorengan saja. Mereka juga dapat memilih menu salad. Namun, Ordon tetap tidak mempercayai bila salad cepat saji dapat menjadi pilihan yang tepat. Sebab, tak menutup kemungkinan bila salad itu mengandung bahan kimia. Sebab tidak ada aturan yang jelas dalam penyajian makanan itu.

"Beberapa restoran menambahkan zat anti-beku pada sayuran salad agar mencegah kelayuan," kata Ordon. "Meski mereka mengklaim sedikit zat itu tidak mempengaruhi kesehatan, ada baiknya Anda tak mengonsumsi makanan berzat anti-beku."
(tempo/18/2/13)

https://www.facebook.com/korankita

108Like ·  · 

5 Alasan makan buah sebelum makan nasi

"Belum makan nasi kok sudah makan buah." Kebanyakan orang salah kaprah dengan stigma tersebut. Makan buah setiap hari memang menyehatkan. Namun, kebiasaan makan buah setelah makan nasi justru bisa menyebabkan masalah pencernaan. Stigma inilah yang perlu diluruskan. 

Kita disarankan untuk makan buah 20-30 menit/minit sebelum makan nasi. Alasan utamanya adalah karena buah mengandung/mengandungi gula dan membutuhkan/memerlukan waktu untuk mencerna. Nah, jika kita makan buah setelah makan nasi, butuh/perlu waktu yang panjang untuk mencernanya. Masih penasaran? Berikut adalah beberapa alasan mengapa buah harus dimakan sebelum makan nasi, seperti dilansir Boldsky.

1. Buah harus selalu dimakan 20-30 menit sebelum makan nasi

Anda tentu bisa makan buah setelah makan nasi. Namun, Anda harus menunggu sampai tiga jam kemudian. Makan buah sebelum makan nasi dapat membantu mengurangi berat badan karena membuat Anda merasa lebih kenyang. 

2. Meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh
Karena tubuh kita tidak mendapatkan makanan apapun selama delapan sampai sembilan jam ketika tidur, dianjurkan untuk memasukkan buah-buahan dalam menu harian Anda setiap pagi (sebelum sarapan). Hal ini dapat membantu meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh.

3. Hindari makan buah sebagai lauk pada makanan

Makan buah sebagai pencuci mulut tidak memberikan hasil terbaik bagi tubuh seperti buah yang dicincang dan dicampur ke dalam salad atau es krim.

4. Hindari buah kaleng/yang ditinkan, buah beku atau buah yang telah diproses
Buah-buahan yang tinggi kadar gula, pengawet atau bahan kimia dapat berbahaya bagi tubuh. Mereka tidak dianggap sebagai buah yang sehat. 

5. Menyerap nutrisi penting

Makan buah setiap pagi saat perut kosong (sebelum sarapan) membantu tubuh untuk menyerap nutrisi penting yang ditemukan dalam buah-buahan.

Inilah beberapa alasan kenapa Anda harus makan buah sebelum makan nasi. Pastikan Anda menanamkan kebiasaan ini karena akan menguntungkan Anda dalam jangka panjang.


https://www.facebook.com/korankita

Mari berdoa agar berkekalan nikmatNya

Kalau tidak keberatan, jadikan amalan sejak mudamu, membaca ayat-ayat Al-Quran seperti berikut:

  1. Pendinding penyakit zahir & bathin (spiritual): Surah Fussilat, sebahagian dari ayat 44, iaitu: QUL HAWAALILLAZIINA AAMANUUN HUDAU WASYIFAAUN. Sila semak  teks Arab untuk bacaan yang betul.
     2. Doa untuk penyakit zahir dan bathin (spiritual): Surah Al-Isra’: 82.

  1. Amalkan doa Rasulullah SAW supaya berkekalan nikmatNya. HR Muslim. Lihat rujukan di bawah.
Semoga bermanfaat untuk semua.
Doakan umat di mana-mana.

Rujukan:
1.Ustaz Sharhan Safie. Asalnya Tanyalah Ustaz. TV9. Kini ada di youtube.come: Slot Tanyalah Ustaz TV9, ada di youtube.com. http://www.youtube.com/watch?v=snbbm86x9hA

2) Ustaz Sharhan Safie (2012). Ceramahnya di Masjid Bandar Baru UDA, JB. Rujukan: En Wan Yusoff. Wan Mahmood.

3. Riadhus Solihin. Terjemahan Salim Bahreisy (1992). Jilid 2. KL: Victory Agencie. Muka surat 375. Bab: Fasal Doa-doa. Hadith No: 14. Juga di http://jiwakitamerdeka.blogspot.com/2013/02/supplication-to-seek-for-protection.html dan juga http://jiwakitamerdeka.blogspot.com/2013/02/doa-pengikat-nikmat-allah.html

Merenung ke Dalam Diri di Sepanjang Jalan Dakwah

Merenung ke Dalam Diri di Sepanjang Jalan Dakwah

Menjadi kewajipan para duah (pendakwah) untuk merenung jauh ke dalam diri mereka sendiri dan bermujahadah dengan bersungguh-sungguh melawan kehendaknya. Mereka hendaklah sentiasa tegas dalam bermuhasabah dan jangan sekali-kali meremehkan usaha ini dalam apa keadaan sekalipun. Mereka hendaklah setiasa mengambil ‘azimah’ dalam bermuhasabah sehinggalah Allah s.w.t. meluruskan urusanNya. Ini disebabkan jalan dakwah yang sedang dilaluinya ini penuh dengan fitnah (tribulasi) dan persimpangannya terlalu sukar untuk ditempuhi. Justeru Imam Syahid Hasan Al-Banna sering mengingatkan para ikhwannya kepada suatu yang menjadi kewajipan ke atas seseorang al-akh itu bertajuk: (Menghalang berlakunya mudhorat daripada jiwa dan kewajipan menjaganya).. di dalam pesanannya bagi anggota Ikhwan Muslimin (IM) pada tahun 1939 setelah selesai berlangsungnya Muktamar Kelima beliau berkata:

“Wahai Ikhwan sekalian, beramal untuk memelihara jiwa kita sendiri itu adalah kewajipan pertama dalam susunan keutamaan wajibat kita. Maka hendaklah kamu bersungguh-sungguh bermujahadah dengan diri kamu. Pastikan diri kamu berada di atas ta’alim Islam dan hukum-hukumnya. Jangan kamu meremehkan (meringan-ringankan) ta’alim Islam dan hukum-hukumnya itu dalam apa keadaan sekalipun. Hendaklah kamu sentiasa berada dalam ketaatan dan larilah kamu dari dosa serta bersihkan diri kamu dari perkara-perkara maksiat. Hubungkanlah hati-hati dan perasaan kamu sentiasa dengan Allah yang merupakan pemilik langit dan bumi. Lawanlah kemalasan dan singkirkan perasaan lemah. Pastikan perasaan dan semangat syabab (pemuda)kamu terarah kepada kebaikan dan kesucian. Hisablah diri-diri kamu dalam hal ini dengan penghisaban yang sukar. Berhati-hatilah kamu agar jangan sampai berlalu kepada kamu satu detik tanpa amal yang baik dan tanpa usaha yang murni bagi kemaslahatan dakwah ini”.

Di antara perkara yang perlu diambil berat oleh para duah ialah senantiasa menilik hati dan jiwanya supaya selari antara kata-kata dan amalannya. Kerana mengajak (berdakwah) manusia kepada kebaikan dalam keadaan berlakunya percanggahan dengan apa yang kita serukan adalah suatu musibah besar dan ia adalah satu penyakit yang amat berbahaya. Allah Ta’ala berfirman:

(أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون)

 “Apakah kamu menyuruh manusia dengan kebaikan dan kamu lupa terhadap diri kamu sendiri, sedangkan kamu membaca Kitab. Apakah kamu tidak berakal?”.

 FirmanNya lagi:

 ( يا أيها الذين آمنوا لم تقولون مالاتفعلون ، كبر مقتا عند الله أن تقولوا مالاتفعلون )

 “Wahai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan suatu yang kamu tidak kerjakan. Amat besarlah kebencian di sisi Allah s.w.t. bahawa kamu mengatakan suatu yang kamu tidak kerjakan”.

Telah diriwayatkan bahawa Allah Ta’ala telah berfirman kepada Nabi Isa a.s.: 

(يا بن مريم : عظ نفسك فإن اتعظت فعظ الناس وإلا فاستحى منى)

 Maksudnya: “Wahai Ibnu Maryam, nasihatilah akan dirimu terlebih dahulu. Bila kamu telah nasihatkan dirimu, maka nasihatkanlah manusia lain. Jika tidak demikian, maka malulah kamu kepadaKu”.

Di antara akibat buruk mereka itu pada hari qiamat ialah penghuni syurga melihat mereka diazab di dalam neraka, lalu mereka (penghuni syurga) bertanya mereka (dalam neraka): “Apa yang menyebabkan kamu dihumbankan ke neraka?” Sesungguhnya kami dapat masuk syurga dengan sebab ajaran dan tunjuk ajar kamu kepada kami ! Lalu mereka menjawab: “Sesungguhnya kami dulu (di dunia) menyuruh kamu berbuat baik, tetapi kami tidak beramal dengan kebaikan itu, kami dulu (di dunia) melarang kamu dari kemungkaran, tetapi kami telah melakukan kemungkaran tersebut. Sesungguhnya ia adalah suatu yang amat malang bagi kami, kami menyesal sesesal-sesalnya (berlakunya itu di hadapan khalayak ramai pada hari Qiamat). 

Kepatuhan antara kata-kata dan amalan bukan suatu yang senang atas jiwa. Kerana jiwa manusia dikelilingi nafsu syahwat dan kebiasaan (tabiat). Justeru wajiblah para duah melakukan riadhah jiwa; bermujahadah dan meniliknya. Antara faktor yang boleh membantu ke arah itu ialah hubungan dengan Allah s.w.t. dan sentiasa meminta pertolongan daripadaNya dan kedekatan jiwa di hadapanNya. Oleh itu, tidak mungkin seorang duah itu mampu menjadi qudwah terhadap apa yang diucapkannya melainkan apabila dia berjaya memperkukuhkan hubungannya dengan Allah dan mendapatkan pertolongan daripadaNya. Maka jadilah: 

(إياك نعبد وإياك نستعين)

 “Hanya kepada Engkau sahaja kami sembah dan hanya kepada Engkau sahaja kami meminta pertolongan”

… sebagai manhaj dan jalannya. Pada ketika itu sahaja Allah s.w.t. pastinya akan menganugerahkan petunjukNya ke jalan yang lurus, iaitu jalan mereka yang telah diberi nikmat ke atas mereka itu. Ia akan menolongnya menghadapi fitnah-fitnah dan simpangsiur di sepanjang jalan dakwah ini. Manusia akan melihat sifat benarnya, lalu dengan itu Allah Ta’ala akan membuka hati-hati manusia dengan sifat benar tersebut.

 يقول صاحب الظلال (الشهيد سيد قطب) : (إن الكلمة لتنبعث ميته ، وتصل هامدة مهما تكن طنانة رنانة متحمسة إذا هي لم تنبعث من قلب يؤمن بها ، ولن يؤمن إنسان بما يقول حقا إلا أن يصبح هو ترجمة حية لما يقول ، وتجسيما واقعيا لما ينطق ، عندئذ يؤمن الناس ، ويثق الناس ، ولو لم يكن فى تلك الكلمة طنين ولا بريق ، إنها حينئذ تستمد قوتها من واقعها لامن زينتها ، وتستمد جمالها من صدقها لا من بريقها ، إنها يومئذ دفعة حياة لأنها منبثقة من حياة) . فى ظلال القرآن ج1 ص 68 .

 Telah berkata pengarang tafsir Fi Zilal Al-Quran (Syahid Syed Qutb): “Sesungguhnya sesuatu kalimah itu bila keluar dalam keadaan ‘mati’, ia tetap longlai sekalipun bermotivasi dan kuat bunyinya bilamana ia tidak keluar dari hati orang yang beriman dengannya. Seseorang insan itu tidak akan dikira beriman dengan sebenar-benarnya melainkan ia menjadi terjemahan yang hidup pada apa yang diperkatakan, berjisim dan tampak hidup pada apa yang diucapkan. Ketika itu insan akan beriman dan akan percaya sekalipun pada kalimah itu tidak dihiasi dengan keindahan dan kecantikan. Sesungguhnya pada ketika itu kata-kata itu mendapat kekuatannya dari realitinya, bukan dari perhiasannya. Kecantikan itu datang dari sifat benarnya. Ia lantas menjadi kuasa/tenaga yang menolak kehidupan kerana ia terjelma keluar dari kehidupan sebenar”. (Fi Zilal jld 1, m/s 68)

 Kesimpulannya ada dua:

Pertama: Orang yang mengajak orang lain kepada petunjuk sedangkan dia tidak beramal dengannya samalah seperti lampu yang memberi cahaya kepada manusia tetapi ia membakar dirinya sendiri. Semoga Allah menyelamatkan kita semua.

Kedua: Bahawa tanggungjawab duah terhadap orang lain tidak harus memalingkan mereka dari tanggungjawab terhadap diri mereka sendiri. Dan bahawa kesibukan mereka berusaha memperbaiki manusia seharusnya tidak memalingkan mereka daripada mengislahkan hal keadaan mereka. Maka dengan demikian mereka telah memberi hak kepada yang berhak.

Kita bermohon agar Allah s.w.t. menjadikan batin kita semua lebih baik dari zahir (lahiriah) kita, yang tersembunyi pada kita lebih baik dari yang terserlah, dan semoga Allah s.w.t. mengurniakan kita benar dalam ucapan dan amalan serta ikhlas dalam sunyi dan terbuka.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Tulisan: Ustaz Mohamed Hamed Eliwa
Terjemahan: Ustaz Tajul Arifin Che Zakaria 

Sumber: http://dakwah.info

"UKHUWAH TERAS KEGEMILANGAN"



























Menjadi kewajipan para duah (pendakwah) untuk merenung jauh ke dalam diri mereka sendiri dan bermujahadah dengan bersungguh-sungguh melawan kehendaknya. Mereka hendaklah sentiasa tegas dalam bermuhasabah dan jangan sekali-kali meremehkan usaha ini dalam apa keadaan sekalipun. Mereka hendaklah setiasa mengambil ‘azimah’ dalam bermuhasabah sehinggalah Allah s.w.t. meluruskan urusanNya. Ini disebabkan jalan dakwah yang sedang dilaluinya ini penuh dengan fitnah (tribulasi) dan persimpangannya terlalu sukar untuk ditempuhi. 

Justeru Imam Syahid Hasan Al-Banna sering mengingatkan para ikhwannya kepada suatu yang menjadi kewajipan ke atas seseorang al-akh itu bertajuk: (Menghalang berlakunya mudhorat daripada jiwa dan kewajipan menjaganya).. di dalam pesanannya bagi anggota Ikhwan Muslimin (IM) pada tahun 1939 setelah selesai berlangsungnya Muktamar Kelima beliau berkata:

“Wahai Ikhwan sekalian, beramal untuk memelihara jiwa kita sendiri itu adalah kewajipan pertama dalam susunan keutamaan wajibat kita. Maka hendaklah kamu bersungguh-sungguh bermujahadah dengan diri kamu. Pastikan diri kamu berada di atas ta’alim Islam dan hukum-hukumnya. Jangan kamu meremehkan (meringan-ringankan) ta’alim Islam dan hukum-hukumnya itu dalam apa keadaan sekalipun. Hendaklah kamu sentiasa berada dalam ketaatan dan larilah kamu dari dosa serta bersihkan diri kamu dari perkara-perkara maksiat. Hubungkanlah hati-hati dan perasaan kamu sentiasa dengan Allah yang merupakan pemilik langit dan bumi. Lawanlah kemalasan dan singkirkan perasaan lemah. Pastikan perasaan dan semangat syabab (pemuda)kamu terarah kepada kebaikan dan kesucian. Hisablah diri-diri kamu dalam hal ini dengan penghisaban yang sukar. Berhati-hatilah kamu agar jangan sampai berlalu kepada kamu satu detik tanpa amal yang baik dan tanpa usaha yang murni bagi kemaslahatan dakwah ini”.

Di antara perkara yang perlu diambil berat oleh para duah ialah senantiasa menilik hati dan jiwanya supaya selari antara kata-kata dan amalannya. Kerana mengajak (berdakwah) manusia kepada kebaikan dalam keadaan berlakunya percanggahan dengan apa yang kita serukan adalah suatu musibah besar dan ia adalah satu penyakit yang amat berbahaya. Allah Ta’ala berfirman:

(أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون)

“Apakah kamu menyuruh manusia dengan kebaikan dan kamu lupa terhadap diri kamu sendiri, sedangkan kamu membaca Kitab. Apakah kamu tidak berakal?”.

FirmanNya lagi:

( يا أيها الذين آمنوا لم تقولون مالاتفعلون ، كبر مقتا عند الله أن تقولوا مالاتفعلون )

“Wahai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan suatu yang kamu tidak kerjakan. Amat besarlah kebencian di sisi Allah s.w.t. bahawa kamu mengatakan suatu yang kamu tidak kerjakan”.

Telah diriwayatkan bahawa Allah Ta’ala telah berfirman kepada Nabi Isa a.s.:

(يا بن مريم : عظ نفسك فإن اتعظت فعظ الناس وإلا فاستحى منى)

Maksudnya: “Wahai Ibnu Maryam, nasihatilah akan dirimu terlebih dahulu. Bila kamu telah nasihatkan dirimu, maka nasihatkanlah manusia lain. Jika tidak demikian, maka malulah kamu kepadaKu”.

Di antara akibat buruk mereka itu pada hari qiamat ialah penghuni syurga melihat mereka diazab di dalam neraka, lalu mereka (penghuni syurga) bertanya mereka (dalam neraka): “Apa yang menyebabkan kamu dihumbankan ke neraka?” Sesungguhnya kami dapat masuk syurga dengan sebab ajaran dan tunjuk ajar kamu kepada kami ! Lalu mereka menjawab: “Sesungguhnya kami dulu (di dunia) menyuruh kamu berbuat baik, tetapi kami tidak beramal dengan kebaikan itu, kami dulu (di dunia) melarang kamu dari kemungkaran, tetapi kami telah melakukan kemungkaran tersebut. Sesungguhnya ia adalah suatu yang amat malang bagi kami, kami menyesal sesesal-sesalnya (berlakunya itu di hadapan khalayak ramai pada hari Qiamat).

Kepatuhan antara kata-kata dan amalan bukan suatu yang senang atas jiwa. Kerana jiwa manusia dikelilingi nafsu syahwat dan kebiasaan (tabiat). Justeru wajiblah para duah melakukan riadhah jiwa; bermujahadah dan meniliknya. Antara faktor yang boleh membantu ke arah itu ialah hubungan dengan Allah s.w.t. dan sentiasa meminta pertolongan daripadaNya dan kedekatan jiwa di hadapanNya. Oleh itu, tidak mungkin seorang duah itu mampu menjadi qudwah terhadap apa yang diucapkannya melainkan apabila dia berjaya memperkukuhkan hubungannya dengan Allah dan mendapatkan pertolongan daripadaNya. Maka jadilah:

(إياك نعبد وإياك نستعين)

“Hanya kepada Engkau sahaja kami sembah dan hanya kepada Engkau sahaja kami meminta pertolongan”

… sebagai manhaj dan jalannya. Pada ketika itu sahaja Allah s.w.t. pastinya akan menganugerahkan petunjukNya ke jalan yang lurus, iaitu jalan mereka yang telah diberi nikmat ke atas mereka itu. Ia akan menolongnya menghadapi fitnah-fitnah dan simpangsiur di sepanjang jalan dakwah ini. Manusia akan melihat sifat benarnya, lalu dengan itu Allah Ta’ala akan membuka hati-hati manusia dengan sifat benar tersebut.

يقول صاحب الظلال (الشهيد سيد قطب) : (إن الكلمة لتنبعث ميته ، وتصل هامدة مهما تكن طنانة رنانة متحمسة إذا هي لم تنبعث من قلب يؤمن بها ، ولن يؤمن إنسان بما يقول حقا إلا أن يصبح هو ترجمة حية لما يقول ، وتجسيما واقعيا لما ينطق ، عندئذ يؤمن الناس ، ويثق الناس ، ولو لم يكن فى تلك الكلمة طنين ولا بريق ، إنها حينئذ تستمد قوتها من واقعها لامن زينتها ، وتستمد جمالها من صدقها لا من بريقها ، إنها يومئذ دفعة حياة لأنها منبثقة من حياة) . فى ظلال القرآن ج1 ص 68 .

Telah berkata pengarang tafsir Fi Zilal Al-Quran (Syahid Syed Qutb): “Sesungguhnya sesuatu kalimah itu bila keluar dalam keadaan ‘mati’, ia tetap longlai sekalipun bermotivasi dan kuat bunyinya bilamana ia tidak keluar dari hati orang yang beriman dengannya. Seseorang insan itu tidak akan dikira beriman dengan sebenar-benarnya melainkan ia menjadi terjemahan yang hidup pada apa yang diperkatakan, berjisim dan tampak hidup pada apa yang diucapkan. Ketika itu insan akan beriman dan akan percaya sekalipun pada kalimah itu tidak dihiasi dengan keindahan dan kecantikan. Sesungguhnya pada ketika itu kata-kata itu mendapat kekuatannya dari realitinya, bukan dari perhiasannya. Kecantikan itu datang dari sifat benarnya. Ia lantas menjadi kuasa/tenaga yang menolak kehidupan kerana ia terjelma keluar dari kehidupan sebenar”. (Fi Zilal jld 1, m/s 68)

Kesimpulannya ada dua:

Pertama: Orang yang mengajak orang lain kepada petunjuk sedangkan dia tidak beramal dengannya samalah seperti lampu yang memberi cahaya kepada manusia tetapi ia membakar dirinya sendiri. Semoga Allah menyelamatkan kita semua.

Kedua: Bahawa tanggungjawab duah terhadap orang lain tidak harus memalingkan mereka dari tanggungjawab terhadap diri mereka sendiri. Dan bahawa kesibukan mereka berusaha memperbaiki manusia seharusnya tidak memalingkan mereka daripada mengislahkan hal keadaan mereka. Maka dengan demikian mereka telah memberi hak kepada yang berhak.

Kita bermohon agar Allah s.w.t. menjadikan batin kita semua lebih baik dari zahir (lahiriah) kita, yang tersembunyi pada kita lebih baik dari yang terserlah, dan semoga Allah s.w.t. mengurniakan kita benar dalam ucapan dan amalan serta ikhlas dalam sunyi dan terbuka.

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Tulisan: Ustaz Mohamed Hamed Eliwa
Terjemahan: Ustaz Tajul Arifin Che Zakaria

Sumber: http://dakwah.info/

Kisah Nyata Keajaiban Sedekah, Diganti 1000 Kali Lipat


Written By Admin BeDa on Sabtu, 16 Februari 2013 | 13.00


Kisah nyata ini terjadi di Jawa Tengah. Hari itu, seorang lelaki tengah mengengkol vespanya. Tapi tak kunjung bunyi. “Jangan-jangan bensin/petrolnya habis,” pikirnya. Ia pun kemudian memiringkan vespanya. Alhamdulillah... vespa itu bisa distarter/hidupkan.

“Bensin/Petrol hampir habis. Langsung ke pengajian atau beli bensin dulu ya? Kalau beli bensin kudu muter ke belakang, padahal pengajiannya di depan sana,” demikian kira-kira kata hati lelaki itu. Ke mana arah vespanya? Ia arahkan ke pengajian. “Habis ngaji baru beli bensin.”

Ma naqashat maalu ‘abdin min shadaqah, bal yazdad, bal yazdad, bal yazdad. Tidak akan berkurang harta karena sedekah, bahkan ia akan bertambah, bahkan ia bertambah, bahkan ia bertambah,” kata Sang Kyai di pengajian itu, yang ternyata membahas sedekah.

Setelah menerangkan tentang keutamaan sedekah, Sang Kyai mengajak hadirin untuk bersedekah. Lelaki yang membawa vespa itu ingin bersedekah juga, tetapi uangnya tinggal seribu rupiah. Uan g segitu, di zaman itu, hanya cukup untuk membeli bensin setengah liter.

Syetan mulai membisikkan ketakutan kepada lelaki itu, “Itu uang buat beli bensin. Kalo kamu pakai sedekah, kamu tidak bisa beli bensin. Motormu mogok, kamu mendorong. Malu. Capek.”

Sempat ragu sesaat, namun lelaki itu kemudian menyempurnakan niatnya. “Uang ini sudah terlanjur tercabut, masa dimasukkan lagi? Kalaupun harus mendorong motor, tidak masalah!”

Pengajian selesai. Lelaki itu pun pulang. Di tengah jalan, sekitar 200 meter dari tempat pengajian vespanya berhenti. Bensin benar-benar habis.

“Nah, benar kan. Kalo kamu tadi tidak sedekah, kamu bisa beli bensin dan tidak perlu mendorong motor,” syetan kembali menggoda, kali ini supaya pelaku sedekah menyesali perbuatannya.

Tapi subhanallah, orang ini hebat. “Mungkin emang sudah waktunya ndorong.” Meski demikian, matanya berkaca-kaca, “Enggak enak jadi orang susah, baru sedekah seribu saja sudah dorong motor.”

Baru sepuluh langkah ia mendorong motor, tiba-tiba sebuah mobil kijang berhenti setelah mendahuluinya. Kijang itu kemudian mundur.

“Kenapa, Mas, motornya didorong?” tanya pengemudi Kijang, yang ternyata teman lamanya.
“Bensinnya habis,” jawab lelaki itu.
“Yo wis, minggir saja. Vespanya diparkir. Ayo ikut aku, kita beli bensin.”

Sesampainya di pom bensin/stesyen minyak, temannya membeli air minum botol. Setelah airnya diminum, botolnya diisi bensin. Satu liter. Subhanallah, sedekah lelaki itu kini dikembalikan Allah dua kali lipat.

“Kamu beruntung ya” kata sang teman kepada lelaki itu, begitu keduanya kembali naik Kijang.
“Untung apaan?”
“Kita menikah di tahun yang sama, tapi sampeyan sudah punya 3 anak, saya belum”
“Saya pikir situ yang untung. Situ punya Kijang, saya cuma punya vespa”
“Hmm.. mau, anak ditukar Kijang?”
Mereka kan ngobrol banyak, tentang kesusahan masing-masing. Rupanya, sang teman lama itu simpati dengan kondisi si pemilik vespa.

Begitu sampai... “Mas, sayang enggak turun ya,” kata pemiliki Kijang. Lalu ia menerogoh kantongnya mengeluarkan sebuah amplop/sampul surat.

“Mas, titip ya, bilang ke istrimu, doakan kami supaya punya anak seperti sampeyan. Jangan dilihat di sini isinya, saya juga belum tahu isinya berapa,” bonus dari perusahaan itu memang belum dibukanya.

Sesampainya di rumah. Betapa terkejutnya lelaki pemilik Vespa itu. Amplop pemberian temannya itu isinya satu juta rupiah. Seribu kali lipat dari sedekah yang baru saja dikeluarkannya.

Sungguh benar firman Allah, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 261). 

http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=13158235#editor/src=dashboard

Ulasan: Jangan takut untuk bersedekah kerana Allah.

Friday, February 15, 2013

10 Noble Manners of Muslim Entrepreneur


10 Noble Manners of Muslim Entrepreneur

by ARIS MUNANDAR, M.P.I.
A muslim entrepreneur should possess the following characteristics, so that he’ll be able  to achieve benefits both in this world and the Hereafter, in running his business.
First: A valid, pious Intention
A pious intention can turn a simply allowable matter into a deed that will be rewarded. Thus, by this intention, all aspects of a muslim’s life will be considered as worships and obedience in Islam.
The definition of pious intention is to wish for goodness for himself and others. A pious intention for oneself, such as preventing himself from consuming the illegal, unlawful wealth, preventing himself from begging to others, strengthening himself to perform obedience and righteous deeds in Allah’s Cause, Maintaining good relations with kith and kin, doing good to relatives, and other forms of pious intentions.
Pious intentions for others such as participating in fulfilling the needs of society-which is considered as fardhu kifayah (an obligation for society altogether), opening work fields, participating in freeing the nation from dependency to other people, etc.
Intention is the trading of the knowledgeable. The value of a deed may be multiplied due to the gathering of several pious intentions in one occasion. Indeed, it is an easy thing for those whom Allah make ease of.
Second: A noble manner

Among the noble manners that is urgently needed in running a business are honesty, trustworthy, satisfied with anything that Allah has given to him, making appointments, claiming debt in a righteous way, postponing the settlement of debt for those who are troubled to settle it, forgiving other’s mistakes, performing obligations, avoiding deceitful acts, and avoiding to postpone the settlement of debt.
Noble manners are the pillars of religious and worldly affairs. The Prophet -peace and prayer of Allah be upon him- was sent to complete these noble manners and make perfection in it. The best man in manners is the most beloved one to the Prophet, and whose place is the closest to him. In summary, noble manners sweep all the goodness in this world and the Hereafter. Noble manners of the merchants possess a great impacts in the spreading of Islam in various regions of Asia and Africa.
From Jabir Ibn Abdillah, the Messenger of Allah said,
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى
“May Allah bestow His graces upon one who makes ease (for others) in selling, buying, and collecting the debts.” (Narrated by Bukhari no. 1970).
Third: Performing business in a decent, legal fields
Allah has legalized the goods and forbidden the evils for His slaves. A muslim entrepreneur would not transgress this boundary, although there are great seductions in forbidden business. Business in unlawful things such as liquors, carcass, pork, and usury based transaction would never cross the mind of a muslim entrepreneur.
This is undoubtedly the typical of muslim entrepreneur, whose activities always based on the principles of legal and illegal categories, and whose businesses are intended to achieve Allah’s please only.
Allah the Exalted decreed,
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“(O Messenger), say to them: “The bad things and the good things are not equal, even though the abundance of the bad things might make you pleased with them.  People of understanding, beware of disobeying Allah; maybe you will attain true success.” (Qs. Al Maidah/The Table Spread: 100)
Fourth: Performing Obligations
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ : قَالَ اللَّهُ تَعَالَى ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
From Abu Huraira, the Prophet -peace and prayer of Allah be upon him said that Allah the Exalted said,
ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
“Allah says, ‘I will be against three persons on the Day of Resurrection:1. One who makes a covenant in My Name, but he proves treacherous.2. One who sells a free person (as a slave) and eats the price.3. And one who employs a laborer and gets the full work done by him but does not pay him his wages’.” (Narrated by Al Bukhari in hadith no.2150)
From Abdullah Ibn Umar, the Messenger of Allah said,
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Give the worker his wages before his sweats got dry.” (Narrated by Ibn Maja, and classed sahih by Al Albani).
The most important obligation to Allah, in the wealth of the rich, is zakat, and after that the alms, and various kinds of social charities.
Fifth: Staying away from Usury and Various Unlawful Transactions that lead to usury
Sixth: not devouring other people’s wealth wrongfully
Allah the Exalted decreed,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ
“Believers! Do not devour one another’s possessions wrongfully; rather, let there be trading by mutual consent;  and do not kill yourselves. Surely Allah is ever Compassionate to you.” (Qs. An Nisa’/The Women: 29)
In this verse, Allah has prohibited His slaves, that is the believers to devour other people’s possessions wrongfully, such as usury, gambling, bribery, and various deeds that create fights and consuming other’s wealth wrongfully.
Seven: being committed to the Existing Rules
Although there are several regulations that doesn’t match the shari’a, a muslim businessman will try his best to avoid all deeds that might cause him to be punished, not because he believes that creations have authority and power to establish rules and regulations, but due to his belief on the principle that Allah has set, that is to prevent damages and preventing himself to be fallen into dooms.
Eighth: Harming no one
A muslim businessman is a noble man in business competition. He holds a principle: not to harm anyone. He will not manipulate the wealth to disadvantage others. He will not establish high prices to make use of other people’s need of the goods he sell, or since he is the only producer of such goods.
From Ma’mar Ibn Abdullah, the Messenger of Allah said,
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ
“None would stake his goods but a sinner.” (Narrated by Muslim in hadith no. 4207)
Ninth: Being loyal to the Faithful Men
Thus, a muslim businessman will not make a trading pact with those who openly claim their enmity to Islam and the believers.
Tenth: Learning the Shari’a Laws regarding Social Interactions
Among the beliefs of each muslim is that the shari’a laws has comprised all aspects of life. Thus, when ‘Umar reigned as a Caliph, he repelled merchants who did not master the law of trading from muslims’ market.
Author: Aris Munandar, M.P.I
http://syaria.com/10-noble-manners-of-muslim-entrepreneur/

Beware of the Bribe


Beware of the Bribe

by ARIS MUNANDAR, M.P.I.

Definition Bribe


In Arabic language, bribe is termed as “risywah“, which meaning is a “wage” or “gift” that is given in order to achieve a benefit.
Al Fayumi said that “risywah” is one’s gift to the judge or the like, to decide a verdict that benefits him or to make the receiver does whatever the giver’s wish him to do.
Ibnul Atsir said that the meaning of risywah is ‘a means to achieve the realization of a need by a manipulative attitude. The origin of risywah is rasya’, which means the rope of a pail functions to bring the pail to the water.
In terminology, risywah is a gift given to certain man to right the wrong and to wrong the right. Hence, the meaning of risywah is more confined in terminology compared to it’s etymological meaning. Also, In terminology, a gift will be stated as risywah if the aim of that gift is to right the wrong and wrong the right.
beware of the bribe

Bribe in Law

Bribing in law, and bribing the authorities to get a job is forbidden without any difference in scholarly opinions upon this matter. Even worse, it is considered as a big sin.
Allah decreed,
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
“They are listeners of falsehood and greedy devourers of unlawful earnings.” (QS al Maidah/The Table Spread: 42).
According to Hasan A Basri and Said Ibn Jubair, the meaning of the word ‘suht’ in this verse is bribes (risywah).
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Do not usurp one another’s possessions by false means, nor proffer your possessions to the authorities so that you may sinfully and knowingly usurp a portion of another’s possessions.” (Qs. al Baqarah/The Cow: 188)
It is narrated from Abdullah Ibn Amr,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.
“The Messenger of Allah -peace and prayer of Allah be upon him- cursed the one who gives a bribe and the one who takes it.” (Narrated by Abu Daud in hadith no. 3580, etc; classed sahih by Al Albani)
In another narration the Prophet cursed Ar Ra-isy, that is the mediator between the briber and the bribed one (Narrated by Hakim in hadith no. 7068). Although it is classed as a weak narration, but it’s meaning is true. Mediating the briber and the bribed one means helping them to commit a sin and this is an unlawful matter.
Hence, it is forbidden to ask for bribe, to bribe, receive the bribe, and mediating between the briber and the bribed one.
But according to the majority of the scholars, one is allowed to bribe to get his rights, or to prevent any danger or threat. In this condition, the sinned one is the one who receive the bribe, and not the briber.
Abu Laits As Samarqandi al Hanafi said, “It is alright if one defends himself and his right by bribing.”
There are scholars who explained this stance by saying that the shari’a allows one to use dangerous thing to prevent the more dangerous thing. For example is redeeming the captives by paying some money, while the truth is giving wealth to the disbelievers (infidels) is forbidden and considered as wasting the wealth. But in this case, such forbidden thing is allowed to prevent the worse danger. By this, doing a forbidden thing which posses no danger to prevent the worse danger is surely more rightful to be allowed.
But if the right to defend is worthless, then an attempt to defend it without any indication in shari’a is forbidden. That is because the danger here outweigh the desired benefits.
Majority of the scholars based their opinion on a narration from Ibn Mas’ud. When he was in Ethiopia, he bribed certain man with two dinars to be able to continue his journey.
He said,
إنّ الإثم على القابض دون الدّافع.
“Indeed, the sin is carried by the one who received that bribe and not the giver.”
Atha’ and Hasan Al Basri said, “A man is allowed to pretend (pretending to give present or bribe, -translator) to defend himself and his possession if he is afraid that he’ll be oppressed.”

The types of Bribe

The Hanafi scholars divided the bribe into four categories.
First, a bribe given to be appointed as a judge and authority (also to be a civil servant, -translator). This bribe is forbidden for both the giver and one who received it.
Second, a demand for a bribe from a judge before he make a decision. This kind of bribe is also forbidden for the giver and receiver, even though the decision is a valid and fair law, because to make a fair decision is an obligation of a judge,
Third, giving a certain amount of wealth to a person to prevent his threat (an oppression) or to get benefit (that is to receive his rights, translator). This kind of bribe is forbidden for the receiver only.
Fourth, giving a certain amount of wealth to person who is able to help one to get his right. Giving and receiving such wealth is lawful because it merely serves as a compensation of a help, that is similar to a wage.

Bribing the Judge


Bribe given to the judge is forbidden, according to the agreement of all scholars.
Al Jash-shash said, “There is no difference regarding the forbidden state of a bribe given to the judge because it is considered as ‘suht’ that Allah has forbidden in the Qur’an and all muslims are also agree that it is unlawful. It is forbidden for the briber and the bribed one.”
In a book titled “Kasysyaf al Qona’” it is mentioned that, “A judge is forbidden to receive any gift. A judge who borrow other people’s possession is similar to having a gift because the service he got from that thing is similar to having the thing itself. Also if a judge have his son circumcised or other event, and he is given gifts although in a form of a present for his son. It is forbidden because it’ll lead to bribery. If one give alms to the judge (because the judge is a poor man, -translator), then the more appropriate stance is that the state of that alms is similar to a gift although in the book ‘Al Funun’ it is said that a judge is allowed to receive alms.”
(Rearrange from ‘Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah’, on the entry of bribe/risywah)
Author: Ustadz Aris Munandar 
http://syaria.com/beware-of-the-bribe/

Supplication to Seek for Protection against The Loss of Graces and Wellness


Supplication to Seek for Protection against The Loss of Graces and Wellness

by ADMIN
Supplication to seek for Protection against The loss of graces and wellness

Supplication to seek for Protection against The loss of graces and wellness


All praises be to Allah, the Lord of the universe, peace and prayer be upon our Prophet Muhammad, his family, and his companions.
There is another brief supplication that is meaningful, taken from the book of “Riyadush Sholihin” by An Nawawi, that is the supplication for protection from the loss of graces and illness.
From Abdullah Ibn Umar, he said, “Among the supplication of the Messenger of Allah -peace and prayer of Allah be upon him- is this:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
“ALLOOHUMMA INNII A’UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI’MATIK, WA TAHAWWULI AAFIYATIK, WA FUJAA’ATI NIQMATIK, WA JAMII’I SAKHOTHIK.” [O Allah, verily I seek protection from You, from the loss of graces You've given me, and from the changing of wellness You've granted, from Your sudden chastisement, and from all kinds of Your wrath.] (Narrated by Muslim, in hadith no. 2739)
Benefits of this hadith:

Firstly: The meaning of grace here is the grace of Islam, faith, goodness, and piety. Thus, in this prayer we seek protection from the loss of those graces. The meaning of “loss” here is the unchangeable lost.
Secondly: The meaning of ‘changing of wellness’ (‘afiyah) here is the turning of wellness into illness. Further, changing of Wellness here means the loss of wellness from one’s hearing, sight, and other body parts. Thus, this supplication means we are continually asking for wellness (that doesn’t change into illness) of our hearing, sight, and other body parts.
Thirdly: The meaning of “fuja’ah” is ‘suddenly coming’. Whereas “niqmah” means torture and wrath. In this supplication, We’re seeking Allah’s protection from His sudden torture, chastisement, and wrath.
Fourthly: In this supplication, we are also asking for Allah to protect us from His wrath, that is (from doing) every thing that may lead us to Allah’s wrath.
Hopefully we’ll be able to practice this great supplication and be able to get various benefits from it.
Reference: “‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud”, by Al ‘Azhim Abadi, 4/283, Publisher: Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, year 1415 H.
http://syaria.com/supplication-to-seek-for-protection-against-the-loss-of-graces-and-wellness/

Doa pengikat nikmat Allah


Oleh  Jum'at, 4 Rabiul Akhir 1434 H / 15 Februari 2013 10:21

Doa pengikat nikmat Allah
(Arrahmah.com) – Setiap orang tentu ingin selalu sehat, hidup kecukupan, merasakan kebahagiaan dan lancar segala urusannya. Setiap orang tentu tak ingin sakit-sakitan, miskin, sengsara, hidup serba susah dan selalu ditimpa musibah. Setiap orang tentu ingin kenikmatan yang Allah karuniakan kepadanya senantiasa awet, terjaga dan tak cepat hilang.
Kenikmatan yang Allah karuniakan kepada kita haruslah kita pelihara. Kita harus memanfaatkan kenikmatan tersebut untuk hal-hal posotif yang telah ditetapkan oleh Allah. Selalu bersyukur dan memuji Allah dengan lisan dan hati adalah bagian sangat penting dalam memelihara kenikmatan Allah Ta’ala.
Nikmat tangan, misalnya. Hati kita harus bersyukur kepada Allah atas dua tangan yang sehat dan kuat yang dilimpahkan-Nya kepada kita. Lisan kita harus senantiasa melantunkan pujian kepada Allah atas karunia dua tangan tersebut. Secara fisik, tangan harus kita pergunakan untuk amal-amal yang membawa manfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat kita.
Di samping itu semua, kita berdoa kepada Allah semoga kenikmatan tersebut senantiasa terjaga dan tidak berubah menjadi bencana.
Dari Abdullah bin Umar radiyallahu ‘anhuma berkata: “Di antara doa yang biasa dibaca oleh Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa salam adalah:
 «اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ، وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ،
 وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ، وَجَمِيعِ سَخَطِكَ»
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya nikmat-Mu, beralihnya kesehatan dari-Mu, mendadaknya hukuman dari-Mu dan seluruh kemurkaan-Mu.” (HR. Muslim no. 2739, Al-Hakim no. 1946 dan Al-Baghawi no. 1368)
Hilangnya nikmat, misalnya, nikmat dua tangan diambil kembali oleh Allah dengan menurunkan ujian berupa kelumpuhan atau penyakit yang mengakibatkan tangan harus diamputasi.
Beralihnya kesehatan adalah perubahan suasana dari semula sehat wal afiat menjadi sakit karena ditimpa oleh penyakit tertentu.
Mendadaknya hukuman adalah Allah tiba-tiba menghukum hamba-Nya atas sebuah dosa dan pelanggaran yang dilakukannya.
Adapun kemurkaan Allah adalah musibah yang paling berat. Jika Allah telah memurkai kita dan tidak ridha kepada kita, maka semua kenikmatan hidup duniawi tidak akan ada nilainya lagi di akhirat kelak.
Apalagi jika nikmat itu berupa keimanan dan keislaman, maka lenyapnya nikmat tersebut merupakan musibah terbesar dalam kehidupan seorang hamba. Maka pelihara dan ikatlah nikmat Allah dengan erat, agar nikmat itu tidak dicabut-Nya akibat kelalaian kita sendiri. Wallahu a’lam bish-shawab. (muhibalmajdi/arrahmah.com)
http://www.arrahmah.com/rubrik/doa-pengikat-nikmat-allah.html#.UR3kMx3TxLd

Thursday, February 14, 2013

Syiah itu dipelihara Amerika


Oleh        Selasa, 2 Rabiul Akhir 1434 H / 12 Februari 2013 16:43

Syiah itu dipelihara Amerika
Oleh: AM. Waskito
(Arrahmah.com) - Dalam sebuah diskusi, saya merasa bengong ketika disana disimpulkan, bahwa Syiah yang beroperasi di negeri-negeri Sunni (seperti Indonesia), sebenarnya dipelihara oleh Amerika. Disana dikatakan: “Ahmadiyah dipelihara oleh Inggris, sedangkan Syiah dipelihara oleh Amerika.” Saya merasa, ini kejutan atau pencerahan yang sangat berbeda. Namun ketika merunut kepada data-data, fakta, serta kejadian-kejadian; saya baru bisa percaya kalau Syiah Imamiyah (Rafidhah) memang dipelihara Amerika.
MUI (Pusat) atau Pemerintah RI selama ini sangat susah untuk menetapkan Syiah dan Ahmadiyyah sebagai aliran sesat, sehingga keduanya harus dilarang beroperasi; karena adanya tekanan dari Amerika, Inggris, Australia, Kanada, dan negara-negara besar lainnya. Mereka bahu-membahu untuk memelihara faktor destruktif di tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin Indonesia. Makanya, ketika ada sebuah ormas Islam sangat antipati kepada Ahmadiyah dan Liberal, tetapi bersikap “main mata” kepada Syiah, hal itu dipahami bahwa ormas tersebut tidak mau memikul beban terlalu berat, dalam menghadapi tekanan Inggris, Amerika, Kanada, Australia, dan kawan-kawan. Padahal sudah standar Ahlus Sunnah dimana saja, yaitu: Anti Sekularisme, anti Syiah, anti Ahmadiyah, anti Liberal, anti Kristenisasi, dan anti Zionisme. Ini sudah pakem khas Ahlus Sunnah!
Banyak data-data bisa disampaikan, bahwa Syiah Rafidhah memang dipelihara oleh kepentingan imperialis Amerika (atau secara umum imperialis Barat). Soal di atas permukaan ada retorika-retorika anti Amerika dari kalangan Syiah, itu hanya kamuflase saja, untuk menutupi fakta sebenarnya. Biasa kan ada sandiwara “bertema konflik” untuk menutupi “hakikat kemesraan” yang tidak terlihat.
Mari kita coba lihat data-datanya.
  1. Khomeini itu sejak muda (remaja) tinggal di Perancis. Disebutnya, tinggal di pengasingan. Baru menjelang Revolusi Syiah tahun 1979, dia pulang kampung. Tinggal di Perancis sejak muda sampai jenggotnya agak memutih, dapatkah dikatakan bahwa Khomeini bersih dari invasi pemikiran dan politik yang dipaksakan Barat kepadanya? Sangat tidak mungkin.
    Rata-rata semua tokoh politik dari Asia yang pernah diasuh di negara Barat, rata-rata kalau pulang ke negeri masing-masing akan membawa agenda politik dari “majikan-nya”.
  2. Sebelum Iran dikelola oleh Khomeini dan kawan-kawan, penguasa politik disana ialah Reza Pahlevi. Sebenarnya orang ini Syiah juga dan menjadi boneka Amerika. Tetapi Pahlevi lebih kental dunia politiknya, sedangkan Khomeini terkenal dengan IDEOLOGI Syiah-nya. Ketika Barat mencabut peran Pahlevi dan menggantikannya dengan Khomeini; hal itu terjadi karena mereka ingin mengubah strategi, dari pendekatan politik menjadi pendekatan ideologi; dengan menjadikan akidah Syiah Imamiyah Itsna Asyari sebagai basisnya.
    Akidah ini jauh lebih berbahaya ketimbang manuver-manuver politik Reza Pahlevi. Sebab pada hakikatnya, akidah Imamiyah Itsna Asyari (atau Syiah Rafidhah) adalah kekufuran yang nyata. [Kalau ada ketua ormas (organisasi masyarakat, NGO) Islam tertentu yang ragu dengan kekufuran akidah Syiah ini, saya ajak beliau untuk berdebat terbuka, bi idznillahil 'Azhim].
  3. Banyak sandiwara dilakukan untuk menutupi misi sebenarnya, bahwa Khomeini sebenarnya adalah boneka Amerika, tak ubahnya seperti Reza Pahlevi. 
    Pertama, Amerika tidak segera menginvasi Iran di bawah kepemimpinan Khomeini, seperti mereka menginvasi negara-negara yang penguasanya digulingkan tanpa restu Amerika. 
    Kedua, disana digambarkan bahwa ada sekian puluh helikopter marinir Amerika saling bertabrakan satu sama lain ketika hendak menyerang Iran. Bukti-bukti seputar serangan helikopter yang gagal ini tidak banyak diperoleh, selain dari info-info media. Benarkah heli-heli itu bertabrakan, atau sengaja di-setting agar bertabrakan? Atau jangan-jangan semua itu hanya opini media saja, tanpa bukti yang jelas? Bandingkan cara Amerika itu dengan invasi mereka ke Irak, Afghanistan, Columbia, Vietnam, bahkan infiltrasi ke Indonesia (pada peristiwa PKI 65). 
    Ketiga, sepertinya ada “solusi damai” antara Amerika dengan keluarga Reza Pahlevi, sehingga setelah itu tidak ada “dendam politik” keluarga Pahlevi kepada Khomeini. Padahal layaknya tokoh-tokoh politik Persia, tabiat dendam sangatlah dominan.
    Keempat, secara massif Khomeini melakukan kampanye, bahwa Amerika adalah SETAN BESAR. Kampanye ini mendapat respon besar di dunia Islam. Karena ia memang sebuah strategi untuk mendapatkan SIMPATI kalangan Dunia Islam, yang mayoritas Ahlus Sunnah dan anti Amerika. 
    Kelima, tidak lama setelah Revolusi Iran, negara itu terlibat dalam konflik besar Iran Versus Irak di bawah Sadam Husein. Ending dari konflik Iran-Irak ini, malah Irak dimusuhi oleh Amerika dan Sekutu, serta negara-negara Timur Tengah; setelah Irak menginvasi Kuwait pada tahun 1990.
  4. Sejak lama Iran selalu dikaitkan dengan isu anti Amerika dan anti Israel. Bahkan ia masuk dalam kategori “axis of evils” (negara-negara poros kejahatan). Tetapi ia sendiri tidak pernah sedikit pun terlibat dalam perang melawan Amerika, atau perang melawan Israel (musuh bangsa Arab di Timur Tengah). Jadi sebagian besar perang disini sifatnya hanya “kampanye verbal” saja. Tidak heran jika Iran kerap dijuluki sebagai NATO (no actions talk only). Begitu juga, Hamas semakin terjebak dalam posisi sulit ketika organisasi itu menjalin kerjasama dengan Teheran. Iran adalah negara yang paling menikmati hasil kampanye anti Amerika dan Israel; tetapi pada saat yang sama, dia tidak pernah terlibat perang sedikit pun melawab Amerika dan Israel.
  5. Tidak diragukan lagi, bahwa Syiah Iran turut membantu invasi Amerika ke Afghanistan dan Irak. Katanya, dua invasi ini tidak akan pernah berhasil, tanpa bantuan Syiah Iran. Dulu di zaman Pemerintahan Burhanuddin Rabbani (Mujahidin), Syiah telah menelikung pemerintahan itu melalui Jendral Rasyid Dustum di bagian Utara. Begitu juga Pemerintahan Irak saat ini, pasca invasi Amerika ke Irak, presidennya Jalal Talabani dan PM-nya Nuri Al Maliki, keduanya adalah bagian dari penganut Syiah. Lihatlah, Amerika lebih ridha Irak di bawah pemimpin Syiah daripada negara itu di bawah Saddam Husein yang merupakan bagian masyarakat Sunni.
  6. Kita tentu masih ingat skandal Iran-Contra pada waktu-waktu lalu. Singkat kata, Iran dikesankan sangat bermusuh-musuhan dengan Amerika. Tetapi lewat skandal itu terbukti, Iran bekerjasama mesra dengan Amerika. Iran memasok minyak ke Amerika, lalu hasil keuntungan jual-beli minyak “ilegal” ini oleh Amerika disalurkan untuk membiayai gerakan Kontra di Kolumbia. Iran sendiri merasa diuntungkan, sebab mendapat penghasilan untuk membiayai kebutuhan mereka (khususnya untuk biaya konflik dengan Irak). Sandiwara besar abad 20 ini akhirnya terkuak, baik Iran maupun Amerika menanggung malu. Lalu dengan entengnya Amerika mengorbankan Kolonel Oliver Stone sebagai tokoh yang bertanggung-jawab atas skandal memalukan itu.
  7. Fakta besar yang tidak diragukan lagi, bahwa Iran memiliki reaktor nuklir yang dikembangkan untuk kebutuhan energi dan militer. Hal ini sudah tidak diragukan lagi. Berulang kali Amerika, Inggris, dan Sekutu mengancam akan menyerang Iran. Tetapi hal itu tidak pernah terjadi, bahkan tidak akan terjadi; karena mereka sebenarnya satu kepentingan. Bandingkan, ketika Amerika mengancam negara-negara Muslim Sunni, seperti Irak dan Afghanistan; sekali diancam, langsung dihajar, meskipun akibatnya ekonomi Amerika mesti ambruk.
  8. Di Indonesia, posisi Syiah selalu dibela oleh tokoh-tokoh Liberalis, seperti Azyumardi Azra, Syafi’i Ma’arif, Dawam Rahardjo, Said Aqil Siradj, bahkan Amien Rais. Belakangan, Mahfud MD ikut-ikutan membela Syiah dan berlagak memojokkan kaum Sunni di Madura. Anda pasti paham mengapa tokoh-tokoh Liberal ini selalu melindungi Syiah? Ya, karena memang job description-nya, mereka harus membela Syiah.
  9. Media cetak yang sangat giat membela Syiah sejak zaman Orde Baru adalah majalah Tempo. Media ini punya peran besar dalam mempromosikan citra positif Syiah di mata kaum Muslimin Indonesia; media ini benar-benar telah banyak menyesatkan opini rakyat Indonesia, seputar Syiah. Media ini sejak lama dikomandoi Goenawan Mohamad, salah seorang jurnalis yang sejak lama disinyalir sebagai kaki tangan Amerika di Indonesia.
  10. Abdurrahman Wahid termasuk salah satu tokoh pro Zionis yang banyak mendukung dan membela Syiah. Dia berdalih, “Membela minoritas.” Tetapi pada saat yang sama, dia justru sangat anti denganminoritas aktivis Islam, yang selalu menjadi bulan-bulanan politik Orde Baru dan Orde Reformasi. Katanya membela minoritas, tetapi kok malah acuh tak acuh dengan kezhaliman rezim terhadap para aktivis Islam yang sebenarnya minoritas itu? Wahid sama sekali tidak pernah membela keluarga korban Tanjung Priok, Talangsari Lampung, DOM Aceh, korban konflik Ambon, korban konflik Poso, korban pembantaian Sampit (Sambas), tahanan politik Muslim, bahkan tidak pernah membela tokoh-tokoh Petisi 50 yang notabene kalangan umum.
    Di zaman Orde Baru, Wahid menjadi bagian dari anggota MPR Fraksi Golkar, dan sangat mendukung kekejaman rezim terhadap para aktivis Islam. Nah, itulah sosok “dajjal kecil” yang sering dielu-elukan sebagai “pembela minoritas”. Di zaman Orde Baru, posisi Syiah selalu dalam pengawasan ketat; tetapi di era Wahid, atau tepatnya tahun 2001, berdirilah IJABI, ormas Syiah pertama di Indonesia. Ormas ini juga direstui si orang itu, sehingga di mata penganut Syiah, nama Wahid begitu harum.
  11. Berulang kali kita saksikan bagaimana Said Aqil Siradj membela Syiah, melindungi Syiah, sembari tangan dan mulutnya terus-menerus menyerang kaum Wahabi. Tapi lucunya, Said Aqil ini tidak berani berhadap-hadapan dengan pengurus PWNU Jawa Timur, atau MUI Jawa Timur, atau MUI Madura yang jelas-jelas telah memfatwakan kesesatan Syiah. Pernah pengurus PWNU Jawa Timur datang ke kantor PBNU di Jakarta, untuk menyerahkan fatwa Syiah sesat yang telah mereka sepakati. Waktu itu mereka sudah siap audiens dengan pengurus PBNU, termasuk Si Sail Aqil.
    Sampai pertemuan selesai, Si Said tidak menemui para pengurus PWNU Jatim. Alasannya, “Lagi macet di jalan.” Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Said, Said…orang sepertimu kok beralasan “jalanan macet”? Beberapa waktu lalu Said ini datang ke Amerika, berkunjung ke Bank Dunia. Disana dia diberikan komitmen dukungan dana unlimitted, untuk memerangi terorisme (yang nanti ujung-ujungnya tuduhan itu dia arahkan ke Wahabi; semoga Allah Ta’ala membinasakan manusia yang satu ini dan para loyalisnya karena kekejian fitnah mereka; amin Allahumma amin).
    Kalau kembali ke momen pemilihan Ketua PBNU di Makassar, pada tahun 2010. Seminggu sebelum pemilihan ketua, dua kandidat calon ketua PBNU dipanggil ke Cikeas untuk bertemu Pak Beye. Entahlah, apa yang dikatakan Beye dalam pertemuan itu. Pokoknya setelah itu Shalahuddin Wahid terlihat tidak semangat memperebutkan kursi Ketua PBNU. Dan akhirnya, Said Aqil Siradj ini yang terpilih sebagai Ketua PBNU. Dulu di masa kepemimpinan Wahid sebagai Presiden RI, Si Said ini amat sangat loyal; sehingga berkali-kali dia menyerang Amien Rais dengan perkataan kasar. Salah satunya, kurang lebih, “Itu warga NU di bawah, sedang mengasah golok.”
  12. Di Indonesia berkali-kali terjadi kerusuhan bermotif isu agama. Salah satunya dalam isu Syiah, seperti peristiwa Sampang, Bangil (Pasuruhan), penusukan ustadz NU di Jember, dan lainnya. Tetapi SBY rata-rata tidak pernah bersuara tentang kerusuhan ini. Jika ada komentar, ia selalu memojokkan kalangan Sunni dan menguntungkan posisi Syiah; seperti dalam komentar terakhir dia soal kasus Sampang kemarin. Pertanyaannya, sebagai kepala negara, mengapa SBY tidak berusaha melindungi akidah mayoritas kaum Muslimin di Indonesia yang bermadzhab Ahlus Sunnah? Kok dia justru lebih peduli dengan kelompok minoritas Syiah? Ya, kita tahulah, siapa SBY…
  13. Ketika merebak isu “war on terror” di dunia, Indonesia gegap gempita menyambut isu tersebut. Salah satu akibatnya, kesempatan beasiswa belajar di Saudi diawasi sangat ketat. Sejak proses seleksi, pemberangkatan, hingga kuota beasiswa itu, diawasi sedemikian rupa. Banyak pelajar yang sedianya ingin belajar agama, merasa kesulitan. Termasuk dalam urusan kerja, bisnis, dagang, dan lainnya. Tetapi sebaliknya, kerjasama beasiswa, kunjungan tokoh, serta dakwah dengan Iran justru semakin marak. Ribuan pelajar Indonesia saat ini lagi nyantri di Iran; nanti kalau pulang mereka akan mendakwahkan agama perbudakan manusia atas manusia yang lain (pada hakikatnya, setiap pribadi Syiah adalah budak dari imam-imam Syiah di Persia).
  14. Sampai detik ini, Amerika tidak pernah menjadikan para aktivis Syiah sebagai sasaran “war on terror” sebagaimana mereka menjadikan kaum Wahabi sebagai sasaran itu. Padahal kalau melihat “kampanye/kempen verbal” dari para dai-dai Syiah, mereka TAMPAK sangat anti Amerika dan Zionis. Kalangan Wahabi yang hati-hati saat bicara tentang Amerika, tidak segan-segan diteroriskan; sedangkan aktivis Syiah yang sehari-hari dzikirnya menyerang Amerika dan Zionis (tentu saja, dengan menyerang para Shahabat dan isteri-isteri Nabi Radhiyallahu ‘Anhum), tidak pernah diapa-apakan. Coba lihat, dalam kasus Sampang kemarin, aktivis Syiah membuat ranjau dari bom ikan dan paku-paku; tetapi Densus 88 tidak pernah menyatroni rumah Tajul Muluk dan kawan-kawan.
  15. Ketika sebagian aktivis Muslim melakukan latihan militer, untuk persiapan jihad ke Palestina, pasca terjadi Tragedi Ghaza 2008-2009 lalu; mereka segera ditangkapi dan diposisikan sebagai teroris. Tetapi terhadap aktivis Syiah yang melakukan latihan-latihan militer, tidak ada satu pun yang ditangkapi aparat. Bahkan ada yang bilang, mereka dilatih oleh instruktur baret merah. Jadi ini seperti lelucon yang terus diulang-ulang. Betapa sensitif aparat keamanan kepada para pemuda Sunni, ketika mereka ingin berjuang ke Palestina; tetapi tidak sensi sama sekali kepada aktivis-aktivis Syiah yang terus menyusun kekuatan milisi.
Singkat kata, eksistensi Syiah di Indonesia sangat sulit untuk ditertibkan (apalagi dibubarkan), karena ia memang dilindungi oleh kekuatan Barat, khususnya Amerika. Sebagaimana Barat membutuhkan paham Liberal untuk merusak ajaran Islam, mereka juga merasa sangat diuntungkan dengan eksistensi paham Syiah.
Siapapun yang memeluk akidah Syiah Rafidhah secara sadar dan mengerti; dapat dipastikan dia akan keluar dari Islam. Mengapa? Karena dalam akidah itu mereka meyakini Al Qur’an tidak murni lagi; hak Kekhalifahan Ali sebagai azas agama melebihi Tauhidullah; batalnya Syariat Islam, diganti syariat perkataan pribadi imam-imam Syiah (yang tidak bisa dibuktikan otentisitasnya); mereka mencaci-maki, menghina, menyerang pribadi isteri-isteri Nabi dan para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum; mereka mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, menganggap keduanya sebagai thaghut dan kekal di neraka; mereka mengkafirkan Ahlus Sunnah, dan menghalalkan harta, darah, dan kehormatannya; mereka menghalalkan nikah Mut’ah yang telah diharamkan oleh Nabi dan para Shahabat; dan lain-lain keyakinan sesat.
Inti keyakinan Syiah Rafidhah, adalah kedurhakaan kepada Syariat Islam, mempertuhankan imam-imam, menjadikan dendam politik sebagai akidah tertinggi, mengkafirkan kaum Muslimin, menodai kehormatan para Shahabat yang dicintai oleh Al Musthafa Shallallah ‘Alaihi Wasallam; serta semua itu dibungkus di balik kamuflase “mencintai Ahlul Bait Nabi”. Masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah. Ini adalah keyakinan kufur, sehingga siapa yang meyakini semua ini secara sadar; dia otomatis kufur. Tidak berbeda sama sekali antara seorang Muslim yang masuk Kristen, Hindu, Budha, dengan orang yang masuk Syiah Rafidhah (Imamiyah) ini.
Ada sebuah pernyataan aneh dari seorang tokoh ormas Islam tertentu. (Lihat artikel ini: Inilah Sikap Tokoh Ormas Islam Terkait Tragedi Sampang). Komentar yang bisa saya sampaikan: “Pak, Pak…lewat pernyataan seperti ini, kita seperti tidak pernah belajar agama saja. Bukankah konflik Sunni-Syiah sudah terjadi sejak ribuan tahun lalu, sejak dakwah Abdullah bin Saba’ dimulai? Sementara isu Zionisme itu kan baru kemarin-kemarin? Masak sih, setiap ada isu konflik Sunni-Syiah, selalu dilarikan ke isu Zionisme? Apakah itu maksudnya, supaya Ahlus Sunnah di Indonesia diam-diam saja menghadapi semua provokasi dan kesesatan ajaran Syiah, karena mereka berlindung di balik isu kontra Zionisme? Selagi orang-orang sesat itu terus mencaci-maki kehormatan isteri-isteri Nabi dan para Shahabat, jangan pernah bermimpi ada perdamaian antara Sunni dan Syiah.
Pak Habib, perlu dijelaskan sedikit kepada Anda. Di mata kaum Syiah, mencaci-maki isteri Nabi dan para Shahabat adalah SOKO GURU akidah mereka. Demi Allah, akidah Syiah dibangun di atas azas/asas ini; sehingga kalau kita berteriak-teriak selama ribuan tahun meminta Syiah untuk menghentikan caci-makinya itu, niscaya ia tidak akan terlaksana. Karena inti eksistensi Syiah ada disana. Sementara bagi kaum  Muslimin (Ahlus Sunnah), mencintai Ahlul Bait Nabi, mencintai isteri-isteri beliau, mencintai para Shahabat beliau; hal itu juga merupakan AZAS/ASAS AKIDAH Ahlus Sunnah, setelah AZAS TAUHID dan AZAS SUNNAH. Menafikan azas ini bisa berakibat kekafiran bagi pelakunya; sebab Allah Ta’ala telah menjadikan isteri-isteri Nabi dan para Shahabat Nabi ridha kepada-Nya, dan Allah pun ridha kepada mereka (Surat At Taubah: 100).
Lihatlah Surat An Nuur! Surat ini andaikan kita boleh ikut menamainya, ia akan diberi nama “Surat Aisyah“. Mengapa? Karena sejak ayat 1 sampai ayat 26, isi surat ini ialah pembelaan dari langit, dari Arasy tertinggi, terhadap kesucian ‘Aisyah binti Abi BakrinRadhiyallahu ‘Anhuma dari tuduhan keji yang dialamatkan kepadanya. Tidak ada di antara ummat Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam, yang mendapat pembelaan sangat banyak dalam Al Qur’an, selain Ummul Mukminin Radhiyallahu ‘Anha tersebut. Lalu atas semua ini, Syiah Rafidhah menjadikan sosok Aisyah Radhiyallahu ‘Anha sebagai sasaran caci-maki, laknat, dan kebencian.
Lalu di zaman modern ini, tiba-tiba muncul sosok “pahlawan” yang ingin mendamaikan Sunni dan Rafidhah. Masya Allah, seberapa kuat tangan, fisik, dan suara dia, untuk mendamaikan PERTEMPURAN AKIDAH yang abadi ini? Allah Ta’ala meridhai isteri Nabi dan para Shahabat; sementara Syiah Rafidhah mencaci-maki, menghina, dan melaknati mereka. Jelas kaum Ahlus Sunnah berdiri di bawah bendera Hizbullah (Keridhaan Allah); sedangkan Syiah Rafidhah berdiri di bawah keridhaan dan hidayah iblis laknatullah ‘alaih. Dan Hizbullah itulah yang pasti menang!
Wahai Ahlus Sunnah…Anda harus sadar sesadar-sadarnya, bahwa tidak ada yang sanggup mengalahkan Anda, melemahkan Anda, atau meruntuhkan Anda. Karena Anda berdiri di atas Al Haq. Anda berdiri di atas Syariat Islam yang suci, Kitabullah dan Sunnah yang mulia, Akidah Tauhid yang kokoh; serta Anda berdiri di atas Keridhaan Allah Ar Rahman, insya Allah wa bi idznihi. Tidak ada yang sanggup mengalahkan Anda, siapapun diri mereka; apakah Amerika, Inggris, NATO, nuklir Iran, jamaah Syiah Rafidhah seluruh dunia, dan seterusnya. Karena kita (Ahlus Sunnah) ditolong oleh Ar Rahmaan, lantaran selalu berpegang kepada Kesucian Syariat Islam, serta memuliakan Ahlul Bait Nabi semurni-murninya, tanpa mengkultuskan dan menodai hak-hak Uluhiyah dan Rubbubiyyah Allah Ta’ala.
Pegang selalu kemurnian akidah Ahlus Sunnah, dan jangan dilepaskan karena alasan apapun. Sekalipun kita mati, biarlah mati di bawah naungan bendera SUNNAH NABI Shallallah ‘Alaihi Wasallam. Jangan pernah lepaskan akidah ini, wahai Ahlus Sunnah. Karena akidah inilah yang akan menjadikan Islam tetap eksis di muka bumi; karena akidah inilah yang akan menjadikan Syariat Islam yang suci tetap terpelihara; karena akidah inilah yang akan menyatukan kita dengan barisan Sayyidul Mursalin, isteri-isteri Nabi, para Khulafaur Rasyidin, para Shahabat, serta imam-imam Ahlus Sunnah sepanjang masa, hingga hari ini.
Jangan pernah dilepaskan, wahai Saudaraku. Bahkan bercita-citalah kalian untuk mati dalam rangka membela BENDERA RASULULLAH sampai titik darah terakhir! Adapun terhadap omongan eli-elit politik sesat, serta bajingan-bajingan moral, abaikan saja. Semua itu tak akan memberi madharat sedikit pun kepada Allah yang Maha Suci. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.
Penulis adalah pengarang buku “Bersikap Adil Kepada Wahabi”