Thursday, May 26, 2011

Hidup, Bukan untuk Main-Main

Oleh Abu Umar Abdillah 

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara 
main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS 
al-Mukminun 115) 

Ibrahim bin Adham termasuk keturunan orang terpandang. Ayahnya kaya, 
memiliki banyak pembantu, kendaraan dan kemewahan. Ia terbiasa menghabiskan 
waktunya untuk menghibur diri dan bersenang-senang. Ketika ia sedang 
berburu, tak sengaja beliau mendengar suara lantunan firman Allah Ta’ala, yang bermaksud:

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara 
main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami.” 
 (QS al-Mukminun 115) 

Serasa disambar petir. Ayat itu betul-betul menyentak beliau. Menggugah 
kesadaran, betapa selama ini telah bermain-main dalam menjalani hidup. 
Padahal hidup adalah pertaruhan, yang kelak akan dibayar dengan kesengsaraan 
tak terperi, atau kebahagiaan tak tertandingi. Yakni saat di mana mereka 
dikembalikan kepada Allah untuk bertanggung jawab atas apa yang telah 
diperbuatnya. Sejak itulah beliau tersadar, dan itulah awal beliau meniti 
hidup secara semestinya, hingga saksi sejarah mencatat beliau sebagai ahli 
ibadah dan ahli ilmu yang ‘bukan main’. 

*Bila Hidup Dianggap Main-Main* 

Rasa-rasanya, ayat ini seperti belum pernah diperdengarkan di zaman kita 
ini. Meski tidak terkalamkan, lisaanul haal menjadi bukti, banyak manusia 
yang menganggap hidup ini hanya iseng dan main-main. Aktivitasnya hanya 
berkisar antara tidur, makan, cari makan dan selebihnya adalah mencari 
hiburan. Seakan untuk itulah mereka diciptakan. 

Ayat ini menjadi peringatan telak bagi siapapun yang tidak serius menjalani 
misi hidup yang sesungguhnya. Kata ‘afahasibtum’, (maka apakah kamu 
mengira), ini berupa istifham inkari, kata tanya yang dimaksudkan sebagai 
sanggahan. Yakni, sangkaan kalian, bahwa Kami menciptakan kalian hanya untuk 
iseng, main-main atau kebetulan itu sama sekali tidak benar. Dan persangkaan 
kalian, bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami, adalah keliru. 

Allah tidak akan membiarkan manusia melenggang begitu saja, bebas berbuat, 
menghabiskan jatah umur, lalu mati dan tidak kembali, 

”Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS. Al-Qiyamah 36) 

Orang yang tidak mengetahui tujuan ia diciptakan, tak memiliki patokan yang 
jelas dalam meniti hidup. Tak ada panduan arah yang bisa 
dipertanggungjawabkan, hingga ia akan terseok dan tertatih di belantara 
kesesatan. 

Hanya ada tiga guide yang mungkin akan mereka percaya untuk memandu jalan. 
Pertama adalah hawa nafsu. Dia berbuat dan berjalan sesuai petunjuk nafsu. 
Apa yang diingini nafsu, itulah yang dilakukan. Kemana arah nafsu, kesitu 
pula dia akan berjalan. Padahal, nafsu cenderung berjalan miring dan 
bengkok, betapa besar potensi ia terjungkal ke jurang kesesatan. 

Pemandu jalan kedua adalah setan. Ketika seseorang tidak secara aktif 
mencari petunjuk sang Pencipta sebagai rambu-rambu jalan, maka setan 
menawarkan peta perjalanan. Ia pun dengan mudah menurut tanpa ada keraguan. 
Karena sekali lagi, dia tidak punya 'kompas' yang bisa dipertanggungjawabkan 
dalam menentukan arah perjalanan. Sementara, peta yang disodorkan setan itu 
menggiring mereka menuju neraka yang menyala-nyala, 

”Sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka 
menjadi penghuni naar yang menyala-nyala.” (QS. Fathir: 6) 

Rambu-rambu ketiga adalah tradisi orang kebanyakan. Yang ia tahu, kebenaran 
itu adalah apa yang dilakukan banyak orang. Itulah kiblat dan barometer 
setiap tingkah laku dan perbuatan. Padahal, 

”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya 
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. al-An’am: 116) 

*Misi Hidup yang Bukan Main* 

Allah menciptakan manusia untuk tugas yang sangat agung; agar mereka 
beribadah kepada-Nya. Untuk misi itu, masing-masing diberi tenggat waktu 
yang sangat terbatas di dunia. Kelak, mereka akan mempertanggungjawabkan 
segala perilakunya di dunia, adakah mereka gunakan kesempatan sesuai dengan 
misi yang diemban? Ataukah sebaliknya; lembar catatan amal dipenuhi dengan 
aktivitas yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang diperintahkan. 

Di hari di mana mereka dinilai atas kinerja mereka di dunia, tak ada satu 
episode pun dari kehidupan manusia yang tersembunyi dari Allah. Bahkan semua 
tercatat dengan detil dan rinci, hingga manusiapun terperanjat dan 
keheranan, bagaimana ada catatan yang sedetil itu, mereka berkata, 

”Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan 
tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati 
apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis).” (QS. al-Kahfi: 49) 

Sebelum peluang terlewatkan, hendaknya kita bangun motivasi, untuk 
menjadikan hidup lebih berarti. Mudah-mudahan, fragmen singkat di bawah ini 
membantu kita untuk membangkitkan semangat itu. 

Suatu kali Fudhail bin Iyadh bertanya kepada seseorang, “Berapakah umur Anda 
sekarang ini?” Orang itu menjawab, “60 tahun.” Fudhail berkata, “Kalau 
begitu, selama 60 tahun itu Anda telah berjalan menuju perjumpaan dengan 
Allah, dan tak lama lagi perjalanan Anda akan sampai.” 

“*Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un*,” tukas orang itu. 

Fudhail kembali bertanya, ”Tahukah Anda, apa makna kata-kata yang Anda 
ucapkan tadi? Barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah milik Allah, 
dan kepada-Nya pula akan kembali, maka hendaknya dia menyadari, bahwa 
dirinya kelak akan menghadap kepada-Nya. Dan barangsiapa menyadari dirinya 
akan menghadap Allah, hendaknya dia juga tahu bahwa pasti dia akan ditanya. 
Dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang telah dilakukannya. Maka 
barangsiapa mengetahui dirinya akan ditanya, hendaknya dia menyiapkan 
jawaban.” 

Orang itu bertanya, ”Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang? Sedangkan 
kesempatan telah terlewat?” 

Fudhail menjawab, ”Hendaknya Anda berusaha memperbagus amal di umur yang 
masih tersisa, sekaligus memohon ampunan kepada Allah atas kesalahan di masa 
lampau.” 

Semoga kita mampu mengubah hidup kita, dari main-main, menjadi bukan main. 
Amien. (Abu Umar Abdillah) 

http://www.arrisalah.net/analisa/tafsir-qolbi/2011/02/hidup-bukan-unt... 

No comments: