Friday, December 24, 2010

6 Cara Membangkitkan Kebersamaan dan Persatuan

Dr. Dale Carnegie merumuskan enam cara untuk membangkitkan kebersamaan dan persatuan: 

1. Memberikan perhatian, simpati dan empati yang tulus kepada orang lain 

2. Memberikan senyuman yang jujur bagaikan mekarnya bunga di taman 

3. Menyapa dengan panggilan yang menyejukkan hati 

4. Menjadi pendengar yang baik dan doronglah orang lain untuk mengungkapkan isi hati dan mengalirkan gumpalan pikirannya 

5. Berbicara mengenai hal-hal yang mengasyikkan orang lain 

6. Berusaha membuat orang lain itu merasa bangga dan penting serta mengaguminya dengan ikhlas.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2009/mengelola-konflik-keluarga-menjadi-daya-rekat-bagian-ke-1/

Tips Komunikasi Sejuk ala Dale Carnegie

Satu-satunya cara yang benar dalam mengatasi konflik, jangan emosi dan bertengkar.

Hormatilah pendapat orang lain dan jangan cepat menghukumnya salah.

Jika anda yang salah, cepat-cepat mengakuinya dan memohon maaf secara ikhlas.

Memulai segalanya dengan cara yang ramah.

Mencuba mengubah orang dalam pendekatan persuasif bukan konfrontatif.

Biarlah orang yang anda hadapi itulah yang banyak berbicara.

Biarlah dia mengira bahwa gagasan terpilih itu datangnya dari dia.

Cuba melihat persoalan melalui kacamata orang lain.

Bersikaplah simpati terhadap gagasan dan pemikiran orang lain.

Sentuhlah perasaan orang lain dengan cara yang baik.

Jelaskan maksud dan pikiran anda dengan jelas dan menarik.

Sumber: 
Majalah GONTOR, Disember 2009, ms 36.
http://dzulfiidris.wordpress.com/2010/01/30/tips-komunikasi-sejuk-ala-dale-carnegie/

Monday, December 20, 2010

Jadikan diri penyebab hidayah

Jadilah penyebab hidayah, bukan penyebar kesesatan.

Walaupun hanya seorang manusia berjaya diajak melakukan kebaikan, adalah lebih baik daripada harta yang bernilai didunia.

Jadikanlah dirimu ejen untuk orang lain mendapat hidayah.

Asalkan Islam mulia

Biar kita susah atau menderita sedikit, biar kita terhina sedikit, ASALKAN Islam mulia.

Korbankan harta kita, korbankan jiwa kita agar mulia Islam.

Isi Hidup

Biarpun umur tidak panjang, tak punya kekayaan, tak punya kekuasan, tak cantik dan tidak termasyhur di seluruh dunia. Yang penting ialah isinya. Isi hidup ialah amal yang baik atau solih. Selamat beramal…yang baik-baik saja. Just DO it.

Baki umur kita semakin mengurang

Setiap detik berlalu, setiap langkah seharian, setiap ulang tahun kelahiran yang kita sambut semewahnya, secara sederhana atau kerana terlupa atau yang kita sengaja tidak menyambutnya menunjukkan umur kita semakin banyak digunakan. Baki umur kita semakin berkurangan.  

Sebenarnya kita semakin hampir dengan kubur kita. Selamat berbekal untuk perjalanan yang sangat jauh. Pastikan hidup kita menjadi hidup beribadah iaitu beribadah kepada Allah dan berkhidmat sesama manusia kerana Allah.

Thursday, November 11, 2010

Salat Asar di Aya Sophia...

Shalat Ashar di Aya Sophia

Sudah 11 kali ujicoba sepanjang 8 abad. Kesemuanya gagal. Bahkan di bawah benteng Konstantinopel itu, dimakamkan seorang mujahid yang juga shahabat Nabi; Abu Ayyub al-Anshari radhiallahu anhu. Semua ujicoba itu untuk membuktikan janji Nabi dan meraih kebesaran dalam sabda beliau, “

Muhammad al-Fatih. Dialah pemenang hadits Nabi tersebut. Anak muda itu dengan sangat dramatik dan heroik menjebol ketebalan dan ketangguhan benteng legendaris Konstantinopel.

Hari Selasa siang. Saat terlihat orang-orang Kristen berjubel keluar dari Gereja Ortodoks terbesar, Aya Sophia. Nampak mereka menghela napas lega. Wajah mereka lusuh tapi tidak bisa menyembunyikan kesenangan. Pasti yang terbayang di benak mereka adalah perbandingan antara tentara mereka ketika memasuki negeri muslim yang selalu menumpahkan darah. Sementara siang itu, Muhammad al-Fatih mengumumkan di dalam gereja bahwa mereka semua dibebaskan. Tak ada yang dilukai. Tak ada yang dijadikan budak. Tak ada yang dibunuh. Bebas menentukan langkah. Boleh tetap tinggal di kota itu bersama muslimin atau pindah ke kota lain.

Hari itu tanggal 20 Jumadil Ula 857 H, tepatnya 29 Mei 1453 M. Shalat Asar adalah shalat pertama yang dilakukan di Konstantinopel tepatnya di Masjid Aya Sophia.

Hampir Saja Kemenangan Itu Sirna

Sebelum kemenangan besar itu, persiapan yang dilakukan oleh Muhammad al-Fatih sangatlah panjang dan serius. Tidak tanggung-tanggung. Dari meriam dengan berat berton-ton dibuat oleh pakar yang sengaja didatangkan dari jauh. Hingga benteng al-Fatih yang besar dan kokoh di pinggir Selat Bosphorus. Tak hanya itu, 400 kapal perang pun diproduksi di sekitar Selat Bosphorus.

Pembangunan benteng dan semua persiapan al-Fatih, sangat mengusik Konstantinopel. Mereka sangat takut dan khawatir, karena mereka tahu berhadapan dengan siapa; negeri muslim yang tidak tertandingi di dunia saat itu. Mereka pun tahu tujuan pembangunan benteng gagah dan pembuatan ratusan kapal perang itu.

Kekhawatiran yang menyeruak di hati para pemimpin Konstantinopel itu membuat mereka memutar otak. Bagaimana caranya agar muslimin menghentikan pembangunan benteng yang masih terus berjalan. Dan mereka pun menemukan jurus ampuh untuk menghentikan semua. Selalu saja jurus itu terulang sepanjang sejarah Islam. Dan selalu saja jurus itu sangat ampuh memporak-porandakan bangunan rapi dan kuat sebuah jamaah Islam. Negosiasi dunia. Ya, menjual umat dan dakwah dengan harta. Menjadi pengkhianat dakwah dan umat.

Pantas jika kemurkaan Allah bertubi-tubi kepada jenis orang seperti ini,

 “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (Qs. Al-Baqarah: 174)

4 jenis adzab yang...naudzubillah min dzalik...

Para pemimpin Konstantinopel sangat tahu harus membidik siapa. Siapa lagi kalau bukan para petinggi Kesultanan Turki Utsmani dan pemimpin tertingginya Muhammad al-Fatih. Pundi-pundi harta, perhiasan gemerlapan dalam jumlah yang sangat besar ditawarkan kepada para petinggi negeri muslim itu. Semuanya akan diberikan. Hanya dengan satu syarat: Hentikan jihad!

Nah, kesempatan itu terbuka. Kesempatan ‘manis’ untuk menjadi pengkhianat dakwah dan umat. Kalau saja para petinggi Utsmani tergiur ketika itu, maka tak akan pernah mereka meraih kebesaran yang disampaikan Nabi dalam hadits tersebut di atas.

Tetapi mereka semua adalah orang yang telah komitmen untuk menepis semua pengkhianatan terhadap umat dan memilih kemenangan mulia dari Allah. Di bawah kepemimpinan kuat dan shaleh Muhammad al-Fatih. Dan hasilnya, benteng legendaris Konstantinopel takluk dengan drama yang menakjubkan dan heroik. Kemenangan gemilang itu datang. Kemenangan yang dijanjikan Rasul 8 abad lalu hadir. Dengan dikuburnya pengkhianatan terhadap umat.

Maka kita semakin paham mengapa Rasulullah memuji al-Fatih 8 abad sebelum ia lahir, “...Panglima yang hebat...!”

Muaranya Adalah Rasulullah...

Semua keteguhan al-Fatih dan pasukannya adalah semangat besar yang bisa kita lihat pada Rasulullah. Sumber semua keteguhan. Sumber semua keteladanan.

Dakwah Islam di Mekah ketika itu, tidak bisa dibendung perkembangannya. Berbagai upaya thoghut menghentikan dakwah tidak membuahkan hasil. Bahasa lembut meminta baik-baik agar dakwah dihentikan sudah mereka lakukan. Ancaman kepada pemimpin tertinggi dakwah; Rasulullah, sudah mereka keluarkan. Hasilnya justru mengejutkan. Hanya dalam 3 hari saja, dua tokoh besar Quraisy menyatakan diri bergabung dengan barisan Rasulullah; Hamzah kemudian Umar radhiallahu anhuma. Mekah gempar!

Dakwah tidak bisa dihentikan. Maka, mereka mengeluarkan jurus jitu itu. Setelah kesepakatan rahasia di antara musuh Islam, maka jubir mereka Abul Walid Utbah bin Rabiah menghadap Rasulullah. Membawa segepok tawaran dunia.

Mari kita ikuti ‘kalimat manis’ penghancur dakwah, “Wahai anak saudaraku, sesungguhnya anda –sebagaimana yang anda ketahui- berasal dari keluarga yang baik, nasab yang mulia. Anda telah membawa hal baru yang menghebohkan, yang membelah kebersamaan mereka, melenyapkan impian mereka, merendahkan tuhan dan agama mereka, mengkafirkan nenek moyang mereka. Maka dengarkanlah aku, aku tawarkan sesuatu, semoga Anda bisa menerima sebagiannya."

Rasulullah, “Katakan hai Abul Walid, aku dengarkan.”

Abul Walid, “Wahai anak saudaraku, jika yang anda inginkan dari semua ini adalah harta, kita siap mengumpulkan harta-harta kami untukmu hingga anda menjadi orang yang paling berharta di antara kami. Jika nnda ingin kemuliaan, kita jadikan Anda tokoh kami dan kami tidak memutuskan masalah tanpamu. Jika anda ingin kekuasaan, kami jadikan Anda penguasa kami. Tetapi jika itu adalah gangguan yang tidak bisa anda lawan, kita carikan tabib untuk mengobati Anda. Kita akan keluarkan biaya dari harta kami hingga Anda sembuh.”

Rasulullah, “Sudah selesai hai Abul Walid?”

Abul Walid, “Sudah.”

Rasulullah, “Sekarang, dengarkan saya!”

Dan inilah jawaban Qur’ani yang menegaskan sikap Rasulullah yang tidak mungkin menjadi pengkhianat penjual dakwah.

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau mendengarkan. Mereka berkata: "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; sesungguhnya kami bekerja (pula)." (Qs. Fushshilat: 1-5)

Nabi terus membaca ayat demi ayat hingga sampai ayat sajdah dalam surat tersebut. Nabi pun bersujud. Kemudian berkata, “Abul Walid, Anda sudah mendengar. Itulah Anda!”

Tegas sekali. Rasulullah tegas menolak negosiasi dunia untuk menggadaikan dakwah ini.

Sejarah Pasti Berulang

Kita mesti belajar langsung dari Rasulullah dan dari orang yang dipuji kehebatannya oleh Rasulullah; Muhammad al-Fatih.

Rasulullah wafat dan Madinah telah menjadi negara Islam yang kokoh. Kemenangan demi kemenangan terus diukir oleh para alumni tarbiyah Rasulullah.

Muhammad al-Fatih wafat dan kebesaran kesultanan Turki Utsmani, terutama penaklukan bersejarah benteng Konstantinopel begitu harum dan menyeruak sepanjang zaman.

Rasulullah dan al-Fatih menolak mentah-mentah negosiasi dunia. Tegas mengubur pengkhianatan dengan semua variabelnya.

Kemenangan penuh izzah pun memihak mereka. Kemenangan yang selalu dicatat harum oleh sejarah. Dan sejarah pun berulang. Nashran ‘Aziza (kemenangan penuh izzah) akan diraih oleh muslimin, manakala para petingginya tahan terhadap berbagai macam tawaran gemerlap dunia dari musuh dakwah.

Hari ini, Aya Sophia tak lagi berfungsi sebagai masjid. Kita kehilangan simbol besar kemenangan umat Islam di Turki.

Para pemimpin muslimin harus berani berkata tidak pada pengkhianatan dakwah dan umat. Agar kita bisa Salat Asar di Masjid Ayasophia. Seperti Muhammad al-Fatih.

http://www.eramuslim.com/syariah/siroh-tematik/shalat-ashar-di-aya-sophia.htm

THE LIBERATION OF CONSTANTINOPLE

Attempts to Liberate the City 

A few words which issued from the Imam of the Muslim nation with respect to the promise from the Allah, All Glory to Him, at the tongue of His messenger (s.a.w.) which made the Muslim lieutenants in different times to compete with pounding hearts to liberate this city so that they can achieve the honour of the above description which Allah has blessed them with at the tongue of His messenger. 

The first to besiege Constantinople was Mu'awiya son of Abi Sufyan during the Khilafa of 'Ali bin Abi Taleb (May Allah be pleased with him) in the year 34 (ah), he was followed by his son Yazid in 47 (ah) then Sufyan Bin Aws in 52 (ah) who was in turn followed by Salma during the Khilafa of 'Umar Ibn 'Abdul 'Aziz in the year 97 (ah). It was also besieged during the Khilafa of Hisham Ibn 'Abdul Malik in 121 (ah) and the last siege was during the Khilafa of Haroun Al Rashid may Allah have mercy on him in 182 (ah). The sieges stopped when the Islamic government began to weaken and split and became preoccupied with its enemies internally and externally until the arrival of the 'Uthmany sultans who took turns in besieging it one after the other with no result, until the blessed general came who deserved the description of the messenger (s.a.w.), this happened approximately eight centuries after the first siege. This was on the 16th of Rabee' Al Awwal in 857 (ah) when the 'Uthmany Sultan Muhammad Al Fateh May Allah have mercy with him moved against the city walls with his army of 150,000 Mujahideen who were very keen to achieve the great honour of accomplishing the blessed promise. 

However, they did not rely solely on the promise, they also underwent a complete preparation to achieve the victory. The historian Ismail Hami Danshbund, a contemporary of the sultan Muhammad Alfateh narrates: "The sultan would spend long hours every night since ascending the throne, studying the plans of the city, looking for strategic points of defence and attempting to find weak points which he could benefit from and to work on the appropriate plan to attack these points. In addition to this, the Sultan had committed to memory all the previous attempts to liberate the city, the names of their leaders, and the reasons for their failure... He would continue to discuss with his lieutenants and generals what is required for the final attack. He also ordered the engineers to build what is required to facilitate the liberation. They built large cannons which would traject numerous heavy metal balls and bombs weighing as much as three tonnes. In addition to the other heavy artillery which the sultan built himself which were used for the first time in the attack on Constantinople; which had a great effect in the liberation of the city. That was from the material end, however, on the morale end, he took with him many contemporary scholars and Imams who held authority such as Sheikh Alqourany, and Sheikh Khisrawi, who would motivate the soldiers and drive them towards Jihad... As for his enemies, as soon as he reached the walls of the Constantinople, he ordered the call of Azan for Jum`a and commenced prayer. When the Byzantines saw the hundred and fifty thousand Muslims praying behind their leader and the sound of their takbir breaking the horizon, they began to tremble in fear and worry, and their minds were defeated before their bodies. 

THE BATTLE 

After the Sultan divided and placed his army, he sent his messenger to the King of Byzantine asking him to hand over the city giving him a full guarantee of safety for its residents, their wealth, their lives, their beliefs, and their honour. The refusal of the King to do this and his declaration of war against the Muslims led to the bombardment of the city for 48 days leading to the demolishing of some of the outer walls, without reaching the inner walls. The city withstood other operations. When king Constantine realised the seriousness of the situation, he wrote to the pope who assisted him with five large ships filled with weapons, provisions, and soldiers.. leading to the increase in morale of the defenders. Their joy did not last for long however, for the next morning, they were surprised with eighty ships inside their gulf which they had blocked with heavy chains and fortified with a large force. However, the sultan through his foresight brought the ships over land by paving a path for them of six miles of large tree branches which he had embalmed with oil so that the giant ships can slide over them with their tens of thousands of soldiers.. until they were brought to the gulf waters behind the enemy defences. At the time that the ships reached the gulf, the ships of the Bizantines were flaming with the fire from the artillery of the Ottomans, despite this, Constantinople withheld one more time. 

However, the sultan persisted, and he ordered the digging of tunnels underground to use these to crawl into the city, though the early discovery of these by the Bizantines made them of no effect. 

The Military Prowess 

With the new morn, the Sultan ordered the setting up of his secret weapon which he had invented himself, which is a giant mobile tower, higher than the walls of the city accommodating hundreds of soldiers. This struck fear amongst the Bizantines leading them to believe that the Muslims were using demons in their battles. After the Muslims broke the middle walls, the defenders were able to destroy the moving towers by throwing chemicals at them. However, the resistance of the city began to weaken, while nightfall had left the Bizantines filled with fear leading them to spend their night in their churches praying their Lord to send to their aid the blue angels to save Constantinople from the Muslims. Whilst the sultan spent his night motivating his armies reminding them of the hadith of the messenger (s.a.w.), and praying for victory from Allah. 

Entering The City As soon as the new morn came, the soldiers began their general attack. The Muslims began to erect towers and ladders and to cast projectiles at the inner walls of the city. However, the forts of the city and the desperate defense of its army delayed its liberation, and thousands of Muslim soldiers fell martyrs. When the sultan saw the size of his loss, he ordered the foot soldiers to withdraw. whilst he also ordered a continuation of the bombardment until midday, when he ordered a complete attack and stirred them to this. The Muslim army attacked and some of the Mujahideen were able to enter the city, the first to enter it was the Mujahid Hasan Ulu Badi with thirty of his brothers, however, the arrows rained on them from every side, and they were all martyred, the Muslims then began to retreat, and they almost began to flee. 

The Importance of The Leader in The Battle 

At this came the essential role of the leader in the battle as the Sultan stood and spoke to his soldiers taking example from the Messenger of Allah (s.a.w.) during the battle of Uhud giving an example of bravery in a few words, saying: "My sons, here I am ready for death in the path of Allah, so whoever desires martyrdom, let him follow me. Then the Muslims followed their leader like the flood from the dam tearing down the obstacles of Kufr until they entered the city and raised therein the word of monotheism... In this manner fell the city of Heraclius which stood stubbornly in front of the Muslims for eight centuries... So they entered it erasing the Byzantine government opening the doors of Europe for the call of Islam. They recorded a white page in our history, realising the promise of the messenger of Allah (s.a.w.) as when he was asked which of the two cities would be liberated first, Constantinople or Rome, he said: "The city of Heraclius (i.e. Constantinople) would be liberated first." [Ahmad, authenticated by Al Albany]. 

By Br. Muhammad El-Halaby
http://www.istanbullife.org/liberation_of_constantinople.htm

Bersama2 Kita Lahirkan Pembuka Roma

Melahirkan Pembuka Roma @ Rom

Kita sudah bisa mengetahui sejarah yang akan diukir di masa depan. Inilah hebatnya belajar sejarah dalam Islam. Ternyata sejarah bukan hanya sebuah rangkaian frame masa lalu yang terulang hari ini. Dalam Islam, kita mengenal yang namanya nubuwwat. Nubuwwat adalah penyampaian Nabi tentang masa depan yang belum terjadi di zaman beliau.

Artinya, kita sudah bisa mengetahui dengan pasti sebuah sejarah yang akan terjadi di masa depan. Dengan pasti. Ya, pasti terjadi. Karena bersumber pada wahyu.

Hingga hari ini, masih banyak nubuwwat Rasulullah yang belum terjadi. Di antaranya sepenggal penyampaian Rasul dalam hadits ini,

Dari Abu Qubail berkata: Ketika kita sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya: Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu; Konstantinopel atau Rumiyah? Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya. Kemudian dia mengeluarkan kitab. Abdullah berkata: Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau ditanya: Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Rumiyah? Rasul menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Iaitu: Konstantinopel. (HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim)

Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim. Adz-Dzahabi sepakat dengan al-Hakim. Sementara Abdul Ghani al-Maqdisi berkata: Hadits ini hasan sanadnya. Al-Albani sependapat dengan al-Hakim dan adz-Dzahabi bahwa hadits ini shahih. (Lihat al-Silsilah al-Shahihah 1/3, MS)

Ada dua kota yang disebut dalam nubuwwat Nabi di hadits tersebut;

1. Konstantinopel

Kota yang hari ini dikenal dengan nama Istanbul, Turki. Dulunya berada di bawah kekuasaan Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks. Tahun 857 H / 1453 M, kota dengan benteng legendaris tak tertembus akhirnya runtuh di tangan Sultan Muhammad al-Fatih, sultan ke-7 Khalifah Utsmani.

2. Rumiyah

Dalam kitab Mu’jam al-Buldan dijelaskan bahwa Rumiyah yang dimaksud adalah ibukota Italia hari ini, yaitu Roma @ Rom. Para ulama termasuk Syekh al-Albani pun menukil pendapat ini dalam kitabnya al-Silsilah al-Ahadits al-Shahihah.

Kontantinopel telah dibuka 8 abad setelah Rasulullah menjanjikan nubuwwat tersebut. Tetapi Roma, hingga hari ini belum kunjung terlihat bisa dibuka oleh muslimin. Ini menguatkan pernyataan Nabi dalam hadits di atas. Bahwa muslimin akan membuka Konstantinopel lebih dulu, baru Roma. Itu artinya, sudah 15 abad sejak Rasul menyampaikan nubuwwatnya tentang penaklukan Roma, hingga kini belum juga Roma jatuh ke tangan muslimin.

Kalau Konstantinopel perlu 8 abad untuk bisa ditaklukkan. Roma, jika dihitung dari penaklukan Konstantinopel hingga hari ini sudah berlangsung hampir 7 abad dan belum bisa dibuka oleh muslimin.

Entah perlu berapa abad sejak Konstantinopel runtuh, untuk bisa mengislamkan Roma. Yang jelas, pasti Roma akan jatuh ke tangan muslimin. Keyakinan yang telah dibuktikan secara empirik dengan jebolnya ketebalan benteng Konstantinopel.

“Penaklukan pertama terjadi di tangan pembuka dari Kesultanan Utsmani, 800 tahun setelah Nabi mengabarkan penaklukan tersebut. Penaklukan kedua akan terbukti dengan izin Allah, dan pasti!” begitu Syekh al-Albani dengan penuh keyakinan menjelaskan hadits nubuwwat tersebut dalam kitabnya al-Silsilah al-Shahihah.

Lebih jelas lagi, beliau menajamkan, “Dan tidak diragukan juga bahwa penaklukan kedua (Roma) menguatkan kembalinya khilafah rasyidah untuk umat ini.” 

Orang tua Muhammad al-Fatih, gurunya, masyarakatnya, bahkan al-Fatih sendiri tidak pernah menduga bahwa penakluk Konstantinopel itu adalah Muhammad al-Fatih.

Yang mereka semua lakukan hanyalah bermimpi kebesaran, mengukir harapan dan melakukan semua persiapan. Untuk melahirkan pembukti nubuwwat Nabi. Dan mereka telah berhasil. Kita pun seharusnya sama. Tidak ada yang pernah menduga bahwa penakluk Roma adalah generasi kita, atau anak cucu keturunan kita, bahkan mungkin dari dalam rumah kita.

Tetapi mari kita bermimpi kebesaran itu, mengukir harapan itu dan melakukan semua persiapan itu. Untuk melahirkan pembuka Roma.

http://www.eramuslim.com/syariah/siroh-tematik/melahirkan-pembuka-roma.htm
http://www.freerepublic.com/focus/news/801707/posts

Ulasan: Pembukaan Rom akan berlaku dengan dakwah, Insya Allah. Mari kita ajak umat supaya bangun bersama-sama berdakwah supaya manusia menjadi selamat dan aman.

Bersama2 Kita Membentuk Generasi Qur'ani

Membentuk Generasi Qur'ani

Kaum Mukminin seharusnya merenungkan dalam-dalam, terutama mereka yang terlibat dalam Gerakan Islam (Harakah Islamiyah) atau yang aktif dibidang dakwah. Mereka patut merenungkan, betapa Al-Qur’an mempunyai pengaruh yang sangat menentukan terhadap masa depan dakwah. Sebuah methode (minhaj) yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla secara sempurna, dan telah menuntun kehidupan manusia, sampai hari ini.

Dakwah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, pernah menghasilkan generasi yang tidak pernah dikenal sebelumnya, yaitu generasi para Shahabat. Generasi yang memiliki ciri atau karakter tersendiri, dan mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam sejarah Islam. Nampaknya dakwah ini tidak pernah lagi menghasilan sebuah generasi seperti yang pernah dihasilkan generasi para Shahabat. 

Memang sepanjang sejarah selalu ada orang-orang besar, yang menghiasi lembaran-lembaran sejarah, tetapi mereka tidak akan pernah dapat menyamai generasi para Shahabat. Tidak pernah terjadi sepanjang sejarah, di mana berkumpul sedemikian banyaknya, pada suatu tempat dan periode, sebagaimana terjadi pada periode dakwah yang pertama, yang dilaksanakan oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam.

Allah Azza Wa Jalla telah menjamin untuk memerlihara ketinggian dakwah ini, dan mengajarkan bahwa dakwah ini terus berjalan dengan tidak adanya Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Semua ini tak lain merupakan buah dari dakwah Beliau Shallahu alaihi wa sallam, yang melaksanakan dakwah selama 23 tahun, lalu Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dijemput-Nya, dikekalkan-Nya agama ini sampai akhir zaman. Dakwah terus berjalan dengan penuh geloranya, karena telah adanya Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang merupakan warisan kekal, sepanjang zaman dan sejarah manusia.

Mengapa generasi pertama dalam dakwah ini, mempunyai karakter yang khas, dan tidak akan pernah terjadi lagi sesudahnya, karena mereka berinteraksi langsung dengan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, dan menerima wahyu (Al-Qur’an), dan mengamalkannya. Mereka mengambil Al-Qur’an sebagai sumber bagi kehidupannya. Tidak mengambil sumber dari sumber-submer yang bathil buatan manusia. Seperti digambarkan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam :

“Sewaktu Aisyah RA, ditanya tentang budi-pekerti Rasul Shallahu alaihi wa sallam, ia berkata : “Budi pekertinya adalah Al-Qur’an”. 

Al-Qur’an menjadi satu-satunya sumber bagi kehidupan mereka, menjadi ukuran, dan dan dasar berpikir mereka. Ketika itu, bukan manusia tidak memiliki peradaban di bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Bukan. Justru saat itu peradaban Rom/Romawi, ilmu pengetahuan, dan hukum Romawi, yang sekarang masih menjadi ciri atau ideologi Eropah. 

Bahkan terdapat pengaruh peradaban Yunani, yang begitu kuat, di dalam kehidupan, sumber peradaban materi, yang sekarang terus mengalami dekadensi, yang menuju kehancurannya.

Mengapa generasi pertama dakwah ini, membatasi diri, dan tidak mau menerima berbagai peradaban dan pemikiran yang ada waktu, dan sudah sangat maju? Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, ingin membentuk sebuah generasi baru, yang dikenal dengan “Generasi Qur’ani”. Mereka yang benar-benar hidup dibawah naungan Al-Qur’an. Tidak hidup dibawah pengaruh atau terkontaminasi dengan peradaban Romawi dan Yunani, yang merupakan induk dari peradaban materialisme. Ada peradaban India, Cina, Romawi, Yunani, Persia, semuanya mengelilingi jazirah Arab dari Utara dan Selatan. Agama Yahudi dan Nashrani juga hidup di jazirah Arab, yang melahirkan peradaban dan budaya paganisme.

Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam membatasi para Shahabat, yang ingin membentuk sebuah generasi baru, yang akan menjadi suri tauladan, bagi seluruh umat manusia, sepanjang sejarahnya. Tidak mungkin Islam akan dapat menjadi sebuah peradaban baru, yang akan membangun kehidupan umat manusia dengan sebuah minhaj baru, yang akan membebaskan manusia dari segala bentuk perbudakan yang ada. Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam hanya membatasi para Shahabat dengan Al-Qur’an, dan nilai-nilai kemuliaan yang ada dalam Al-Qur’an.

Rasulullah Shallahu dengan rencananya, khususnya dalam periode ‘formatifnya’ (pembentukan), tidak memberi kesempatan kepada para Shahabat sedikitpun mereguk nilai-nilai diluar Al-Qur’an. Al-Qur’an yang Beliau terima dari Malaikat Jibril disampaikan kepada para Shahabat, dan mereka mengamalkannya dengan penuh keimanan. Karena itu, generasi pertama yang merupakan bentukan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, merupakan generasi paling mulia, generasi yang merupakan kelompok yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai ‘asy-syabiquna awwalun’ (mereka yang pernah istijabah menerima Al-Qur’an), dan istijabah terhadap dakwah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam.

Maka, ketika itu, Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam marah kepada Umar Ibn Khatthab, waktu itu melihat Umar di tangannya ada selembar buku Taurat. Beliau bersabda :

Demi Allah, seandainya Nabi Musa hidup di kalangan kamu sekarang ini, ia pasti mengikuti saya”. (HR. al-Hafiz Abu Ya’ala, dari Hammad, dari as-Syabi dari Jabir)

Generasi para Shahabat yang mendapatkan tarbiyah langsung dari Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, sebuah generasi yang unik, dan betapa mereka menjadi penyebar Islam ke seluruh dunia. Mereka pula di saat bulan Ramadhan berperang menaklukkan kafir Quraisy, dan hanya dalam jumlah 300 Shahabat, melawan seribu pasukan Quraisy, dan berhasil menaklukan pusat peradaban jahiliyah, yaitu Makkah. 

Fathul/Pembukaan Makkah berlangung di saat bulan Ramadhan. Jihad para Shahabat yang pertama dalam sejarah yang agung itu, berlangsung di bulan Ramadhan. Mereka berhasil memberihkan kota Makkah, yang merupakan pusat perdaban jahiliyah, kemudian menjadi pusat peradaban tauhid, yang hanya menyembah Allah Azza Wa Jalla. Berhala-berhala yang menjadi pusat kesyirikan dibersihkan para Shahabat yang dipimpin Rasululllah. 

Tidak ada lagi kehidupan syirik yang menjadi ciri kehidupan kaum jahiliyah di sekitar Ka’bah. Kemudian, semuanya menjadi penyembah tauhid, dan hanya semata-mata menyembah Rabbul Alamin.

Ini merupakan bentuk kemenangan dari para generasi Qur’ani, yang dikenal dengan para Shahabat, dan yang hidup dibawah naungan Al-Qur’an, mendasari kehidupan dengan Al-Qur’an, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai minhajul hayah. Kemenangan generasi Shahabat melawan kaum jahiliyah Makkah, menandakan adanya era baru dalam kehidupan ummat manusia, yang sebelumnya dibelenggu peradaban jahiliyah yang menyembah berhala dan materialisme, dan telah membawa kesesatan bagi kehidupan manusia di Makkah telah berakhir. 

Al-Qur’an telah menciptakan sebuah kehidupan baru bagi bangsa-bangsa di dunia. Inilah warisan dari generasi Qur’ani yang langsung dididik oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, yang bangkit melawan berbagai bentuk penyimpangan, kesesatan dan kedurhakaan terhadap Allah Rabbul Alamin.

http://www.eramuslim.com/editorial/membentuk-generasi-qur-ani.htm

Wednesday, November 10, 2010

KeAgungan Tuhan

Insyaflah wahai manusia
Jika dirimu ternoda
Dunia hanya naungan
Untuk makhluk ciptaan Tuhan

Dengan tiada terduga
Dunia ini kan binasa
Kita kembali ke asalnya
Menghadap Tuhan Yang Esa

Dialah Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Kepada semua insan

Janganlah ragu atau bimbang
Pada keagungan Tuhan
Betapa Maha Besarnya
Kuasa segala alam semesta

Siapa selalu mengabdi
Berbakti kepada Ilahi
Sentosa selama-lamanya
Di dunia dan akhir masa

Dialah Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Kepada semua insan
Janganlah ragu atau bimbang
Pada keAgungan Tuhan.

Ayah dan Ibu

Artis: Sudirman 

Ayah dan ibu
Itulah permulaan kami
Dapatlah melihat 
bulan dan Matahari
Ahai...

Yang dikurniakan dari Ilahi
Ahai...
Ayah dan ibu lah
Mesti dihormati

Ayah dan ibu
Wali dan juga keramat
Pada mereka kita beri hormat
Ahai...
Bagilah tunjuk ajar dan
Nasihat
Supaya hidup
Supaya hidup kita akan selamat

Ulasan: Bila-bila pun akan terkedu bila mendengar dendangan di atas. Artikel yang berikut relevan dengan apa yang ada di negara kita. Kita rasa negara kita maju tetapi inikah harga kemajuan kita?

Kewajipan Kepada Ibu Bapa

Ibu bapa merupakan orang yang wajib kita hormati dan taati. Perintah mentaati keduanya jelas termaktub di dalam Quran dan Hadith. Mengecilkan hati, melawan atau mengherdik keduanya dianggap sebagai derhaka. Menderhaka kepada ibubapa adalah satu dosa besar dan tidak akan mencium bau syurga; meskipun banyak beribadat kepada Allah. Allah tidak menerima ibadat orang yang derhaka kepada ibubapa. Dalam satu hadith, Nabi Muhammad saw bersabda bahawa keredhaan Allah bergantung kepada keredhaan kedua ibubapa. Ini bermakna jika ibubapa suka kepada kita, Allah turut meredhai kita. Sebaliknya jika mereka marah dan berkecil hati kepada kita, Allah turut murka kepada kita.

Pernah seorang sahabat mengadu kepada Rasulullah tentang perangai ibunya yang suka meminta-minta kepadanya. Baginda marah dan menempelak sahabat itu dengan mengatakan bahawa bukan saja dalam harta malahan dalam dirinya sendiri ada hak kedua ibubapanya. Jelas ibubapa mempunyai hak terhadap apa saja yang ada pada kita. Sejak kita di dalam kandungan, ibu menanggung segala kesakitan dengan penuh sabar. Begitu juga setelah dilahirkan, ibu mengasuh dan menjaga kita dengan penuh kasih sayang. Jika kita sakit, ibu tidak lelap tidur. Mereka berkorban apa saja untuk kita. Tetapi setelah kita besar dan boleh berdikari, sanggupkah kita mengecewakan hatinya. Oleh kerana besarnya pengorbanan ibubapa terhadap kita, maka sewajarnyalah Allah mewajibkan kita mematuhi mereka. Ganjaran di atas layanan kita terhadap ibu bapa dibalas oleh Allah tunai semasa di dunia lagi. Contohnya, jika kita mentaati mereka, anak-anak kita akan taat kepada kita. Sebaliknya jika kita menderhaka kepada mereka, anak-anak kita akan derhaka kepada kita pula. Nabi Muhammad saw pernah bersabda: “Barangsiapa semasa paginya mendapat keredhaan ibu bapa, nescaya dibukakan baginya semua pintu syurga. Sebaliknya jika semasa pagi lagi telah menyakiti hati ibubapa, nescaya akan dimasukkan ke dalam neraka.”

Kita sebenarnya tidak berdaya membalas jasa ibu dan bapa. Hakikat ini perlulah kita insafi. Jika mereka tidak wujud di dunia, kita juga tidak akan lahir di dunia ini. Oleh sebab itu, kita digalakkan mendoakan mereka setiap kali selepas solat. Jika mereka masih hidup, layanilah mereka dengan sebaik-baik mungkin. Tetapi jika sudah meninggal dunia, selalulah menziarahi tanah perkuburan di samping mendoakan kesejahteraannya. Buatlah sebarang kebajikan seperti sedekah dan niatkan pahala untuk arwah ibu dan bapa. Mereka akan menerima pahala tersebut. Inilah sahaja bukti ketaatan yang dapat kita tunjukkan terhadapnya. Akhirnya, ingatlah pesanan Nabi saw: “Khabarkanlah berita gembira ini kepada mereka yang berbuat baik kepada ibubapa: Buatlah apa saja bahawasanya Allah Taala telah mengampuni mereka. Dan khabarkan berita buruk kepada mereka yang menderhakai ibubapa, buatlah seberapa banyak ibadat yang disukai, bahawasanya Allah Taala tidak akan memberikan keampunan sedikitpun kepadanya.” “Ingatlah anak yang berbuat baik kepada ibubapa tidak akan masuk neraka. Dan anak yang derhaka kepada mereka tidak akan masuk syurga.”
http://mindabahasa.wordpress.com/2006/08/29/kewajipan-kepada-ibu-bapa/

Empat Kriteria Masyarakat Jahiliyah

Oleh: Ihsan Tanjung

Muhammad Quthb, adik kandung asy-Syahid Sayyid Quthb rahimahullah, menyebut dunia modern sebagai jahiliyah abad 20 atau jahiliyah modern. Menurutnya "jahiliyah" bukan hanya keadaan di jazirah Arab pada masa awal Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam diutus. Jahiliyah merupakan sifat yang mungkin berlaku bagi masyarakat manapun di zaman kapanpun bila memenuhi setidaknya empat kriteria.

Pertama, tidak adanya iman yang sesungguhnya kepada Allah ta'ala. Yaitu, sikap yang membuktikan kesatuan antara akidah dan syariat tanpa pemisahan.

Kedua, tidak adanya pelaksanaan hukum menurut apa yang telah diturunkan Allah ta'aala, yang berarti menuruti "hawa nafsu" manusia.

"...dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS Al-Maidah ayat 49-50)

Ketiga, hadirnya berbagai thaghut di muka bumi yang membujuk manusia supaya tidak beribadah dan tidak taat kepada Allah ta'aala serta menolak syariat-Nya. Lalu, mengalihkan peribadatannya kepada thaghut dan hukum-hukum yang dibuat menurut nafsunya.

"Allah ta'aala Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS Al-Baqarah 257)

Keempat, hadirnya sikap menjauh dari agama Allah ta'aala, sehingga penyelewengan menjurus kepada nafsu syahwat. Masyarakat itu tidak melarang dan tidak merasa berkepentingan untuk melawan perbuatan asusila.

Itulah beberapa ciri menonjol setiap kejahiliyahan yang ada di muka bumi sepanjang sejarah. Semuanya muncul dari cirinya yang paling pokok, yaitu penyelewengan dari kewajiban berbakti dan menyembah Allah ta'aala sebagaimana mestinya.

Ciri pertama suatu masyarakat jahiliyah adalah tidak adanya iman yang sesungguhnya kepada Allah ta'aala. Sebagian masyarakat bisa jadi mengaku beriman, mengaku muslim. Namun dalam hal mengimani Allah ta'aala, mereka mengimani Allah ta'aala menurut selera, bukan sebagaimana Allah ta'aala memperkenalkan dirinya di dalam Kitab-Nya. Mereka tidak tunduk kepada Allah ta'aala, malah mereka yang mendefinisikan Allah ta'aala sesuai hawa nafsu.

"Dan mereka tidak menghormati Allah ta'aala dengan penghormatan yang semestinya." (QS Al-An'aam ayat 91)

Dalam suatu masyarakat jahiliyah mereka senang mengakui Allah ta'aala sebagai Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pengampun. Tapi mereka tidak suka mendengar Allah ta'aala sebagai Yang Maha Keras siksaNya, atau Maha Memaksa, Maha Perkasa serta Maha Sombong. Padahal semua ini merupakan atribut dari Allah ta'aala yang jelas tercantum di dalam Kitab-Nya.

"Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah ta'aala amat keras siksaan-Nya." (QS A-Anfaal 25)

"Dia-lah Allah ta'aala Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah ta'aala Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah ta'aala dari apa yang mereka persekutukan." (QS Al-Hasyr ayat 22-23)

Mengapa sebuah masyarakat jahiliyah bersikap pilih-kasih terhadap berbagai atribut Allah ta'aala? Karena mereka banyak tenggelam dalam perbuatan dosa dan maksiat, sehingga mereka sangat perlu dengan tuhan yang menyayangi dan mengampuni. Mereka suka dengan tuhan yang menjanjikan surga yang penuh kenikmatan. Namun mereka berusaha untuk tutup mata akan tuhan yang maha kuasa, maha perkasa dan maha keras siksaannya. Mereka menutup mata akan hadirnya neraka dengan segenap siksaannya yang mengerikan.

Sebab mereka ingin tetap bermaksiat namun tidak ingin menerima konsekuensi atau hukuman akibat maksiat tersebut. Maka mereka mengimani sebagian saja dari ketuhanan Allah ta'aala. Artinya, mereka tidak mau mengembangkan iman yang sesungguhnya kepada Allah ta'aala sebab mereka tidak siap menanggung resikonya. Mereka beriman dengan cara berangan-angan. Mereka beriman dalam mimpi belaka. Mereka sangat lemah dalam beriman. Sungguh benarlah Rasulullah shollallahu 'alaih wa sallam dengan sabda beliau sebagai berikut:

"Orang yang paling cerdas ialah barangsiapa yang menghitung-hitung/evaluasi/introspeksi (‘amal-perbuatan) dirinya dan ber'amal untuk kehidupan setelah kematian. Dan orang yang paling lemah ialah barangsiapa yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan (diampuni) Allah ta'aala." (At-Tirmidzi 8/499)

sumber: http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/empat-kriteria-masyarakat-jahiliyah-1.htm
http://www.akhirzaman.info/islam/miscellaneous/1341-empat-kriteria-masyarakat-jahiliyah.html

Siksaan Tidak Hanya Menimpa Orang Zalim

di ambil dari |  
http://www.suara-islam.com/news/nafsiyah/peningkatan-nafsiyah/70-siksaan-tidak-hanya-menimpa-orang-zalim       Jzkk.

Allah SWT berfirman:

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (Qs. al-Anfaal [8]: 25).

Makna Umum

Ayat di atas amat mengagumkan, namun juga memberikan peringatan keras kepada kita. Ayat ini berkaitan dengan penegakan amar ma’ruf nahi munkar. Banyak kitab dakwah yang menjadikan ayat di atas sebagai pendorong aktivitas amar ma’ruf nahi munkar.1 

Ayat tersebut berisi peringatan untuk berhati-hati (hazr) akan siksaan (azab) yang tidak hanya menimpa yang zalim saja, tetapi menimpa secara umum baik yang zalim maupun yang tidak zalim. Karena itu secara syar’i, wajib hukumnya bagi orang yang melihat kezaliman atau kemunkaran dan mempunyai kesanggupan, untuk menghilangkan kemunkaran itu.2 

Inilah cara menghindarkan diri dari siksaan itu, yakni dengan melakukan amar ma’ruf nahi munkar kepada yang berbuat zalim atau munkar.3 

Subjek yang melakukan kezaliman ini sifatnya umum (bisa siapa saja), baik individu, kelompok, maupun negara (penguasa). Jika kewajiban amar ma’ruf nahi munkar ini tidak dilaksanakan, maka semuanya berdosa sehingga layak menerima azab Allah yang ditimpakan secara merata baik yang berbuat munkar maupun yang tidak. Inilah salah satu makna bahwa Allah itu amatlah keras siksaan-Nya.4

Pendapat Para Mufassir

Imam Al-Baghawi (w. 510 H) dalam dalam Ma’alim At-Tanzil (II/204) menerangkan makna fitnah dalam ayat tersebut, dengan mengutip pendapat Ibnu Zaid, adalah terpecah-belahnya kesatuan kata (iftiraq al-kalimah) dan saling menyelisihi satu sama lain. Makna ayat ialah, peliharalah dirimu dari siksaan yang menimpa orang zalim dan orang yang tidak zalim. Kemudian Al-Baghawi meriwayatkan pendapat para mufassir seperti Al-Hasan Al-Bashri, Az-Zubair bin al-‘Awwam, As-Sudi, Muqatil, Adh-Dhahhak, dan Qatadah yang mengatakan bahwa ayat ini berkaitan dengan suatu kaum di antara shahabat Rasulullah, yang tertimpa cobaan pada Perang Jamal (36 H). 

Al-Baghawi juga menukil Ibnu Abbas yang berkata ;

“Allah SWT telah memerintahkan orang-orang mu`min untuk tidak membiarkan kemunkaran di hadapan mereka sehingga Allah meratakan azab kepada mereka yang menimpa orang zalim dan tidak zalim.” Al-Baghawi kemudian meriwayatkan hadits yang mendukung makna ayat, di antaranya, sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa masyarakat umum karena perbuatan orang-orang tertentu, hingga masyarakat umum melihat kemunkaran di hadapan mereka sedang mereka mampu mengingkarinya tapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka berbuat demikian, maka Allah akan menyiksa masyarakat umum dan orang-orang tertentu itu.” [HR. Ahmad dan Ath-Thabrani, dalam Al-Awsath].5

Imam Ibnu Al-‘Arabi (w. 543 H) dalam Ahkamul Qur`an (Juz IV/228) menjelaskan, pengertian kata fitnah dalam ayat tersebut artinya adalah al-baliyah yang berarti cobaan/ujian (pendapat Al-Hasan Al-Bashri), atau ada yang mengatakan artinya al-azab (siksaan). Beliau secara umum menafsirkan ayat di atas dengan mengambil perkataan Ibnu Abbas, yakni bahwa Allah telah memerintahkan orang-orang mu`min untuk tidak membiarkan kemunkaran yang terjadi di hadapan mereka, sehingga Allah meratakan azab kepada mereka. Kemudian beliau juga memaparkan beberapa hadits SAW yang menerangkan makna ayat di atas. Diriwayatkan, ada shahabat yang bertanya ;

“Wahai Rasulullah apakah kami akan binasa, sedang di tengah kami ada orang-orang saleh?’ Nabi menjawab, ‘Ya, jika keburukan telah meluas.[i]” [HR. Muslim].6

Imam Al-Qurthubi
(w. 671 H) [i]Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an (VI/392), menerangkan, arti fitnah yang dimaksud adalah meluasnya kemaksiatan (zhuhur al-ma’ashi), menyebarnya kemunkaran (intisyar al-munkar), dan tidak adanya upaya mengubah kemunkaran (‘adam at-taghyir). Beliau meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas seperti dalam tafsir al-Baghawi. Al-Qurthubi menukil ta`wil Zubair bin Al-Awwam, As-Sudi, dan Al-Hasan Al-Bashri yang menyatakan bahwa ayat itu secara khusus berkenaan dengan Ahl Badr (peserta Perang Badar) yang tertimpa fitnah pada Perang Jamal sehingga saling berbunuhan.7

Imam Al-Baidhawi (w. 685 H) dalam kitab tafsirnya Tafsir Baidhawi (III/46), mengartikan fitnah dalam ayat tersebut sebagai dzanbun (dosa). Jadi, makna ayat adalah, peliharalah dirimu dari dosa yang pengaruhnya akan merata mengenai kamu, yaitu seperti dosa mengakui kemunkaran yang nampak di hadapan kamu, bersikap menjilat (mudahanah) dalam amar ma’ruf nahi munkar, terpecah-belahnya kesatuan kata (iftiraq al-kalimah), munculnya bid’ah, dan melalaikan jihad.8

Imam As-Suyuthi (w. 911 H) dalam kitabnya Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil, meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas terhadap ayat ini.9 Sementara dalam kitab Tafsir Jalalain/b], As-Suyuthi menerangkan bahwa cara menghindarkan diri dari siksaan atau azab, adalah dengan mengingkari kemungkaran yang menjadi penyebab siksa.10

[b]Imam Asy-Syaukani (w. 1250 H) dalam kitab Zubdah At-Tafsir min Fath Al-Qadir (hal. 230) —ringkasan tafsir Fathul Qadir karya Asy-Syaukani— karya Al-Asyqar, diterangkan bahwa makna ayat, peliharalah dirimu dari siksaan, yang tidak hanya mengenai orang zalim, sehingga menimpa orang saleh dan tidak saleh. Menurut Asy-Syaukani, orang yang ditimpa siksaan itu ialah yang tidak memenuhi perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya, tidak mendukung yang haq dan tidak mengingkari yang batil. Menurut beliau, bahwa di antara kerasnya siksaan Allah, ialah ditimpakannya azab bagi orang-orang yang tidak berbuat zalim. Ini terjadi karena mereka tidak beramar ma’ruf nahi munkar, sehingga kerusakan menjadi luas lalu hukuman ditimpakan secara umum.11

Imam Ibnu Katsir (w. 1372 H) dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir (II/300), berkata bahwa kata fitnah dalam ayat tersebut artinya ikhtibar (ujian) dan mihnah (cobaan).12 Ibnu Katsir menerangkan, dalam ayat ini Allah memberi peringatan akan adanya cobaan yang merata yang menimpa orang yang berbuat buruk dan yang tidak berbuat buruk. Cobaan ini tidak hanya menimpa pelaku maksiat atau pelaku dosa, tetapi merata dan tidak dapat dihindari dan dilenyapkan. Beliau selanjutnya menerangkan pendapat Az-Zubair, Al-Hasan Al-Bashri, dan As-Sudi bahwa ayat ini berkaitan dengan sebagian shahabat yang terlibat dalam Perang Jamal. Selanjutnya, beliau menukil penafsiran Ibnu Abbas, yang dikomentarinya sebagai, “Ini tafsir yang bagus sekali.” (hadza hasan jiddan). Kemudian Ibnu Katsir memaparkan beberapa hadits Nabi SAW yang mendukung makna ayat. Berdasarkan hadits-hadits itu, menurut beliau, peringatan pada ayat ini berlaku umum untuk para shahabat dan selain shahabat, meskipun ayat ini berkenaan dengan shabahat.

Imam Nawawi Al-Jawi dalam Marah Labid (I/350) berkata, arti ayat di atas ialah, berhati-hatilah/waspadalah kamu terhadap fitnah, yang jika menimpa kamu, tidak hanya mengenai orang zalim saja, tetapi akan mengenai kamu semua baik orang yang saleh maupun yang tidak saleh. Berhatiu-hati terhadap fitnah itu adalah dengan cara melarang kemunkaran. Maka, wajib atas orang yang melihat kemunkaran untuk menghilangkan kemungkaran jika ia mempunyai kesanggupan melakukannya. Jika dia mendiamkan kemunkaran itu, maka semuanya telah berbuat maksiat. Yang melakukan kemunkaran bermaksiat karena perbuatan munkarnya, yang mendiamkan kemunkaran juga bermaksiat karena rela dengan kemunkaran itu. Allah telah menjadikan orang yang rela terhadap kemunkaran sama kedudukannya dengan orang yang melakukan kemunkaran. Maka keduanya disamakan dalam hukumannya. Ciri rela terhadap kemunkaran adalah tidak merasa sedih melihat penyimpangan agama oleh perbuatan maksiat. Jadi, orang tidak dikatakan benci, kecuali jika ia merasa sedih seperti kesedihannya karena kehilangan harta dan anaknya. Maka siapa saja tidak seperti itu, berarti dia telah rela terhadap kemunkaran sehingga hukuman dan musibah akan terjadi secara merata. Demikian menurut Imam Al-Jawi.13


Pentingnya Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Ayat di atas menekankan betapa pentingnya umat Islam melakukan amar ma’ruf nahi munkar kepada siapa saja yang berbuat zalim atau munkar. Sebab jika kewajiban ini ditinggalkan, akan muncul siksaan atau cobaan yang menimpa secara umum, baik menimpa pelaku maksiat maupun orang-orang yang taat.

Pelaku kezaliman ini bisa siapa saja, baik individu, kelompok, atau penguasa. Karena frasa alladzina zhalamu (orang-orang zalim) bersifat umum, sesuai kaidah ushul bahwa isim mawshul (di antaranya alladzina) memberikan arti umum.14 Mengenai kemunkaran individu, Imam Al-Ghazali dalam Ihya` Ulumiddin, menjelaskannya bermacam-macam kemunkaran berdasarkan tempat, seperti kemunkaran di masjid, di pasar, di jalanan, dan sebagainya.15 Dalam konteks kekinian, tentunya tempat kemunkaran itu semakin luas dan banyak, seperti kemunkaran di tempat rekreasi, tempat hiburan, hotel, penginapan, salon, kafe, bioskop/pawagam, kampus, dan sebagainya. 

Kemunkaran yang dilakukan kelompok, misalkan kemungkaran segerombolan perampok, partai politik nasionalis (sekuler) yang tidak berasaskan Islam, sebagian partai politik Islam yang mempunyai ide, program, atau langkah yang menyalahi Islam, serta kelompok yang mengadopsi ide liberal yang kafir dan menafsirkan Islam agar tunduk pada kaidah-kaidah ideologi kapitalisme yang sekuler. 

Kemunkaran penguasa, misalnya menjadikan sekularisme sebagai dasar kehidupan bernegara, menjalankan sistem demokrasi dalam bidang politik (memberangus dakwah dan Jihad), dan sistem kapitalisme dalam bidang ekonomi (menaikan harga BBM, Mencabut Subsidi Pendidikan, Menaikan Tarif Dasar Listrik, Menjual aset-aset negara kepada pihak asing. 

Semua itu termasuk kemunkaran atau kezaliman yang kita diwajibkan untuk menghilangkannya sesuai kesanggupan yang kita miliki. Jika umat diam saja serta rela terhadap semua itu, serta tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar, maka berhatilah-hatilah dan waspadalah, karena berbagai cobaan, bencana, dan kerusakan akan bisa menimpa kita semua secara merata. Hancurnya kewibawaan umat, amburadulnya kondisi politik, serta porak porandanya kondisi ekonomi, merupakan sekelumit akibat buruk yang bisa kita alami secara bersama-sama akibat kelalaian kita beramar ma’ruf nahi munkar terhadap kemunkaran yang dilakukan sebagian dari kita.

Jelaslah, bahwa Islam adalah dien yang lurus yang mengajarkan adanya kepedulian dan tanggung jawab terhadap kepentingan dan kebaikan masyarakat, bukan ideologi individualis yang hanya mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan bersama masyarakat. Itulah dien yang telah mewajibkan amar ma’ruf nahi munkar sebagai ciri khas yang hanya dimiliki umat Islam, sebagai umat terbaik di antara seluruh umat manusia (Qs. Ali ‘Imran [3]: 110). Inilah ciri khas yang berbeda dengan ciri khas kaum Bani Israil terlaknat yang tidak melarang kemunkaran yang dilakukan di antara mereka (Qs. al-Maa'idah [5]: 79), dan berbeda pula dengan ciri khas kaum munafik yang malah melakukan amar munkar dan nahi ma’ruf (Qs. At-Taubat [9]: 67). Wallahu a’lam [ ]


Catatan Kaki:

1. Lihat misalnya Ibnu Taymiyah, Menuju Umat amar Ma’ruf Nahi Munkar (Al-Amru bil-Ma’ruf wa an-Nahyu ‘an Al-Munkar), terjemahan oleh A.H. Hasan, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1988. hal. 36; Mohammad Natsir, Fiqhud Da’wah, Cetakan XI, Jakarta : Media Dakwah, 2000, hal. 112. 

2. Muhammad Nawawi Al-Jawi, 1994, Marah Labid Tafsir An-Nawawi, Beirut : Darul Fikr, Juz I, hal. 350

3. Jalaluddin As-Suyuthi , Tafsir Al-Qur`an Al-‘Azhim (Al-Jalalain), Beirut : Darul Fikr, 1991, hal. 133.

4. Muhammad Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Zubdah At-Tafsir min Fath Al-Qadir (Mukhtashar Tafsir Asy-Syaukani), Kuwait : Wuzarah Al-Awqaf wa Asy-Syu`un Al-Islamiyah, 1985, hal. 230.

5. Al-Husain ibn Mas’ud Al-Farra` Al-Baghawi, Ma’alim At-Tanzil, Beirut : Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, 1993, Juz II, hal. 203; penafisiran semakna lihat ‘Ala`uddin Al-Khazin (w. 741 H), Lubab At-Ta`wil fi Ma’an At-Tanzil (Tafsir Al-Khazin), Beirut : Darul Fikr, tanpa tahun, Juz II, hal. 22-23. 

6. Imam Ibnu Arabi, Ahkamul Qur`an, Juz IV, hal. 228.

7. Imam Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an, Juz VI, hal. 391. 

8. Nashiruddin Al-Baidhawi, Anwar At-Tanzil wa Asrar At-Ta`wil (Tafsir Baidhawi), Beirut : Darul Fikr, tanpa tahun, Juz III, hal. 46-47.

9. Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Iklil fi Istinbath Al-Tanzil, Kairo : Darul Kitab Al-‘Arabi, tanpa tahun, hal. 113; Lihat juga Abu Thahir Al-Fairuzabadi, Tanwir Al-Miqbas min Tafsir Ibn ‘Abbas, hal. 147.

10. Jalaluddin As-Suyuthi , Tafsir Al-Qur`an Al-‘Azhim (Al-Jalalain), Beirut : Darul Fikr, 1991, hal. 133. 

11. Muhammad Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Zubdah At-Tafsir min Fath Al-Qadir (Mukhtashar Tafsir Asy-Syaukani), Kuwait : Wuzarah Al-Awqaf wa Asy-Syu`un Al-Islamiyah, 1985, hal. 230

12. Tafsir Ibnu Katsir, Juz II, hal. 300.

13. Muhammad Nawawi Al-Jawi, 1994, Marah Labid Tafsir An-Nawawi, Beirut : Darul Fikr, Juz I, hal. 350.

14. Imam Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, Beirut : Darul Fikr, tanpa tahun, hal. 121; Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, Damaskus : Darul Fikr, 2001, Juz I, hal. 248.

15. Lihat Imam Al-Ghazali, “Amar Ma’ruf Nahi Munkar”, Ihya` Ulumiddin, terjemahan oleh Imron Abu Amar, Jakarta : Pustaka Amani, 1984, hal. 101-119.

Pilih: Setitis ATAU Selautan Cinta dan Kasih Sayang

Cinta dan kasih sayang manusia hanyalah setitis yang datang kemudian jika dibandingkan dengan selautan cinta dan kasih sayang Allah yang tak bertepi selama-lamanya…

Sekiranya engkau kehilangan yang setitis itu, ia tidak akan menjejaskan kehidupanmu selagi yang selautan masih engkau miliki...  

Ulasan: Kadang2 kita mengejar yg setitis cuma...kerana terlalu bergantung kepadanya, tidak boleh hidup tanpanya... Padahal yg setitis itu adalah late comer into our life dan sementara pula tu... Nyatalah yg selautan itulah yang kekal selamanya. Jagalah dirimu dengan agama.

Rujukan: http://cintaiallah.blogspot.com/2010_08_01_archive.html

Thursday, October 21, 2010

Tugas Manusia sebagai Khalifah di Bumi

Dalam ayat Quran, surah Al-Baqarah ayat 30 Allah SWT telah menyebut mengenai penciptaan manusia dan penguasaannya di bumi, seperti berikut: 

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." 

Dalam kitabnya Tafhim al-Qur'an (The Meaning of the Qur'an), Sayyid Abul Ala Maududi telah menerangkan definisi khalifah, seperti berikut:

Khalifah: one who exercises the delegated powers on behalf of another as his vicegerent. Khalifah thus is not the master, but deputy of the Master; his powers are not his own but delegated to him by the real Master. He has, therefore. no right to have his own will but he is there to fulfil the will of the delegating Authority. It would be dishonesty and treason, if he assumed sovereign powers, or used them according to his own whim, or if he acknowledged another as his sovereign and submitted to his will.

Terjemahannya: 

Khalifah: khalifah ialah orang yang melaksanakan kuasa yang perturunkan oleh pihak lain. Khalifah sehingga tidak menjadi tuan, tetapi hanya wakil dari tuan; kuasanya itu tidak sendiri melainkan didelegasikan kepadanya oleh tuan sebenar. Oleh itu. seseorang khalifah tidak berhak untuk memiliki kehendaknya sendiri tetapi mesti memenuhi niat Pihak Berkuasa mendelegasikannya. Sekiranya khalifah menganggapnya mempunyai kuasa mutlak, atau digunakannya sesuai dengan kehendak sendiri, atau jika dia mengakui pihak lain sebagai kuasa dan menyerahkan kemahuannya kepada pihak itu akan dianggap ketidakjujuran dan pengkhianatan.

Ulasan: Kedudukan manusia sebagai khalifah hanyalah sebagai wakil Allah untuk melaksanakan segala perintah/kehendak Allah sewaktu hidup di muka bumi. Ertinya sentiasa melaksanakan peraturan Allah bukan melaksanakan peraturan buatan sendiri. Amat tidak wajar kita hidup di bumi ini tetapi bersungguh-sungguh melaksanakan peraturan buatan sendiri bahkan tidak mengendahkan peraturan Allah atau menghinanya.  Sebagai perumpamaan, duta negara (ambassador) di sesebuah negara lain, sekiranya tidak mengikut peraturan negaranya dan mengagung-agungkan peraturan negara lain, sudah tentu di kenakan disiplin oleh negaranya. Jom kita menjadi khalifah Allah yang baik yang sentiasa melaksanakan peraturan Allah.

Rujukan: 
Sayyid Abul Ala Maududi - Tafhim al-Qur'an - The Meaning of the Qur'an
Surah Al Baqarah (The Cow) (2: 30), Footnote No. 38. http://www.englishtafsir.com/Quran/2/index.html



Tuesday, October 12, 2010

Fesyen Tudung Bersanggul

oleh: Nik Noor Azman Ghazali

Sanggul yang saya maksudkan adalah seperti dalam gambar di sebelah. Memakai tudung yang menampakkan bonggolan dikepala. Jadi, sebab tadi saya dah terbaca berkaitan pemakaian tudung sebegini, jadi semestinya saya share dengan anda semua . Renungkanlah hadith-hadith dibawah:

“Akan muncul dalam kalangan umatku di akhir zaman, kaum lelaki yang menunggang sambil duduk di atas pelana, lalu mereka turun di depan pintu-pintu masjid.

Wanita-wanita mereka( isteri mereka atau anak perempuan), berpakaian tetapi seperti bertelanjang (nipis & ketat).

Di atas kepala mereka pula(wanita) terdapat bonggolan (sanggul atau tocang) seperti bonggol unta yang lemah gemalai. Oleh itu laknatlah mereka semua. Sesungguhnya mereka adalah wanita-wanita yang terlaknat” – Hadith Riwayat Ahmad, jil.2, ms. 223. 

Rasulullah S.A.W bersabda:

“Dua golongan penghuni neraka yang mana aku sendiri belum pernah melihat keadaan mereka didunia: golongan yang membawa cemeti seperti seekor lembu lalu menggunakannya untuk memukul manusia dan juga kaum wanita yang berpakaian seperti bertelanjang, menggoyangkan badan dan berlenggang-lenggok, kepala mereka ada suatu seperti bonggol di kepala unta yang bergoyang-goyang.

Mereka tentu tidak akan memasuki syurga atau mencium baunya sedangkan bau syurga itu dapat dihidu dari jarak perjalanan begitu dan begini” – Hadith Riwayat Muslim. Hadith no 212.

Jawapan dari Ustaz Nor Amin

Ingatan kepada semua, wanita yang tidak menutup aurat adalam dosa dan haram perbuatan tersebut. Wanita yang bersanggul tinggi yang tidak menutup aurat adalah dosa dan haram sepertimana dinyatakan oleh hadis yang pertama di atas. Masalah ini beza dengan wanita yang bertudung, tetapi mempunyai sanggul tinggi di dalam tudungnya.

Masalah sanggul rambut tinggi seperti bonggol unta ini mestilah dilihat dari tujuannya. Kenapa disanggulkan rambut tersebut? Adakah ia untuk diperlihatkan kepada orang ramai? Adakah untuk menjadikan dirinya cantik? Atau sebagainya. Menurut saya, kalau sanggul tersebut dibuat adalah untuk kecantikkan dan diperlihatkan oleh orang yang bukan mahram, maka ia haram kerana ia menimbulkan fitnah dan menarik perhatian lelaki yang bukan mahram. Ini jelas bahawa wanita Islam hanya boleh menghiaskan dirinya untuk suaminya sahaja dan tidak boleh untuk orang lain. Malangnya wanita Islam sekarang ini tidak tahu maksud perhiasan yang dibenarkan dalam Islam. Ada wanita yang memakai pakaian biasa di rumah dan hadapan suaminya dengan alasan tidak bergaya disebabkan duduk di rumah sahaja, senang nak buat kerja rumah dan sebagainya. Tetapi apabila wanita tersebut keluar rumah dengan pakaian serba cantik dan memakai minyak wanginya hampir sebatu bauannya sehingga menarik perhatian orang lain. Inilah yang dikatakan haram walaupun niatnya betul dan berpakaian kemas dan cantik.

Sanggul tinggi adalah harus apabila tidak menarik perhatian orang lain dan tidak mempunyai niat-niat yang tidak baik sepertimana dinyatakan di atas. Awas!!! Jika sanggul tersebut dapat menarik perhatian orang bukan mahram dan boleh membangkitkan syahwat orang lelaki lain, maka ia menjadi haram dan perlu menukar teknik sanggulnya dari tinggi menjadi rendah. Harus bersanggul tinggi dihadapan suaminya atau berpakaian cantik dihadapan suaminya, kerana ini adalah suruhan agama berhias untuk keselesaan suaminya. 

Jika dilihat dari tren orang sekarang ini berfesyen seperti sanggul tinggi dan fesyen tudung yang semakin hari semakin menjadi-jadi fesyen tersebut. Pendapat saya, jika fesyen tersebut tidak melanggar hukum Islam atau syariat Islam tidak menjadi masalah. Kalau ia melanggar syariat Islam walaupun bertudung, tetapi berpakaian ketat seolahnya bertelanjang sepertimana yang ada sekarang, maka itu menjadi haram. Hadis Nabi Muhammad yang bermaksud :

“Dua golongan di kalangan ahli neraka yang tidakkan aku pandang iaitu kaum yang bersama mereka cemeti seperti ekor lembu yang dengannya digunakan memukul orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian bagaikan bertelanjang yang condong kepada maksiat dan menarik orang lain untuk membuat maksiat. Sanggul dikepala mereka ditusuk tinggi-tinggi seperti bonggol unta yang sangat lemah. Mereka ini tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium baunya sedangkan sesungguhnya bau syurga itu sudah boleh dicium dari jarak demikian dan demikian.” (Riwayat Muslim).

Sumber: Ustaz Nor Amin Sayani bin Zainal

http://feryco.com/fesyen-tudung-bersanggul

Hukum Bersanggul Tinggi

Daripada Abu Hurairah RA, beliau meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW telah bersabda, yang bermaksud :

Dua golongan yang termasuk dari kalangan ahli neraka yang tak pernah aku lihat iaitu yang pertama mereka yang memegang cemeti seperti ekor lembu (bentuk cemeti itu seperti ekor lembu yang berbulu-bulu dan berambut-rambut) dan mereka memukul manusia dengan cemeti tersebut.

Yang kedua adalah perempuan memakai pakaian tetapi keadaanya umpama telanjang (ketat), dan perempuan ini berjalan sambil berlenggang lenggok dan sanggol rambutnya (ataupun sekarang ikatan rambutnya) umpama bonggol unta. Dan perempuan yang sebegini keadaanya tidak akan mencium bau syurga. Ketahuilah bau syurga sudah boleh diciumi dari jarak begini dan begini.

*Hadith ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Malik dan selain mereka. Hadith ini adalah hadith sahih.

Dinyatakan oleh Rasulullah SAW bentuk pakaiannya adalah ketat (berpakaian tetapi umpama telanjang) yang menunjukkan bentuk tubuh.

Dinyatakan oleh Rasulullah SAW ikatan rambutnya umpama bonggol unta, iaitu sanggulan rambutnya diikat hingga kelihatan seperti bonggol unta (membulat di atas kepala, jelas kelihatan). Kalau kita tengok pada hari ini bukan setakat seperti bonggol unta, tetapi sudah berbagai-bagai bentuk dengan sanggul, ikatan dan tocang.

Malah yang memakai tudung pun masih kelihatan bentuk sanggulan rambutnya yang berada di bawah tudung itu, maka tujuan untuk memakai tudung tidak tercapai. Sewajibnya, tudung itu mestilah sempurna sifatnya yang menudung rambut dan bentuk rambut.


Dinyatakan oleh Rasulullah SAW bahawa cara berjalanya adalah berlenggang lenggok menggoyangkan pinggulnya. Hari ini bukan sahaja berjalan berlenggang lenggok, malah perempuan hari ini menari menggerakkan semua tubuh bukan sahaja pinggul, semua tubuh!

Dan dinyatakan oleh Rasulullah SAW sebagai balasannya, bahawa perempuan sebegini tidak akan mencium bau syurga. Dan bau syurga itu boleh dicium dalam jarak sebegini dan sebegini (perkataan sebegini dan sebegini itu tidak dinyakan berapa jaraknya, tetapi ianya ingin menunjukkan bahawa bau syurga sudah pun boleh dicium dari jarak jauh).

http://rabiasensei.blogspot.com/2010/08/hukum-bersanggul-tinggi.html

Tuesday, October 05, 2010

Bersama kita kukuh mengukuhkan

Setiap orang ada kelebihannya...
Jom tengok pada kelebihan kawan2.
Jgn habiskan masa mencari kelemahan kawan2...kerana kelemahan kita pun banyak.
Mari kita membina kekuatan bersama menggunakan kelebihan kita.

Apa prinsip hidup?

Baguslah hidup berprinsip. Cuma kena pastikan prinsip itu betul ke?
Yg cantiknya...jadikan pegangan agama sebagai hidup kita. Krn agama kekal sampai bila2.

Hidup berprinsip agama amat indah...dan hujungnya kebahagiaan di akhirat.

Modal yang ada : Masa Sekarang

Semalam jadi kenangan cuma.
Esok hanya harapan...entah datang, entah tidak.
Tapi perlu ada niat yg baik utk lakukan esok2
Modal yg ada ialah masa sekarang
Gunakan masa sekarang untuk membuat bekal hidup di akhirat...

Friday, October 01, 2010

Bersabarlah bila di timpa musibah

Moga dirimu senantiasa dalam rahmatNYa...
Moga bersabar menghadapi apa jua musibah, ujian dan dugaan..segala sesuatu yang berupa tidak disukai oleh manusia samada berupa kematian, kesakitan kemiskinan, ketakutan, kegagalan, bencana dan lai-lain.

Kerana ganjarannya banyak sekali…
Sepertimana firman Allah dalam Surah Az Zumar, ayat 10 yang maksudnya:
“...Sesungguhnya diberi ganjaran orang sabar dengan pahala tanpa hisab.” 
@ "…Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah sahaja yang akan disempurnakan pahala mereka dengan tidak terkira".

Kadang2 Allah patahkan semangat kita...untuk selamatkan jiwa kita..
Dia patahkan hati kita untuk membuat kita LEBIH BERSEMANGAT...
Dia memberikan kita sakit..supaya kita menjadi LEBIH KUAT...
Dia memberikan kita kegagalan..utk membuat kita rendah hati @ tawadhu’...
Dia menghantar penyakit..supaya kita boleh menjaga diri sendiri...
Kadang-kadang segalanya diambil dari kita...supaya kita boleh belajar menghargai nikmat yg diberikanNYA...
Ini semua kerana kita adalah hambaNYA...buat selama-lamanya...
Dan kita terpilih kena musibah itu. Allah tidak tersilap.
Musibah: Pahit di dunia manis di akhirat.

Yang pentingnya: Teruskan perjuangan...mencari redha Allah.

Rujukan: 

http://www.bicaramuslim.com/bicara7/viewtopic.php?f=8&t=12155

Pahrol Mohamad Juoi. Hikmah Musibah. Solusi Isu# 19. muka surat 17. Terbitan Telaga Biru Sdn Bhd.


Hidup berprinsip

Hiduplah dengan berprinsip. Kita boleh berkawan dengan siapa saja, berurusan dan bekerja di mana saja. Tapi kita masih tetap kita kerana kita berprinsip dalam hidup ini. Prinsip yang kita pegang ialah seperti dalam hadith bahawa Ali RA meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada ketaatan (kepada seseorang) dalam kedurhakaan kepada Allah. Ketaatan hanya dalam perkara yang makruf. HR Abu Daud. 

Senang. Bukan hanya terikut kawan. Bukan takutkan boss di dunia ini. Kerana kita sedar dan yakin hanya Allah pemberi rezeki kita.


Rujuk: Maulana Yusuf Kandahlawi (2003). Muntakhab Ahadith. Terjemahan oleh Muhammad Qosim At-timori. Sekupang, Batam : Team Jami’atul Ulum Ar-Rahman. Muka surat 639, hadith no. ?.

Tuesday, September 28, 2010

RIGHT is MIGHT

We know that right will win eventualy.

Illegitimate and harsh actions by Israel all this while...will only hasten its death.

It is just a matter of time...and PALESTINE will be FREE again. 

Insya ALLAH.

Tuesday, June 22, 2010

Doa Raja Rom dan Raja Farsi Jadi Ummat Nabi SAW?

Surah Ali-Imran Ayat 26, Allah SWT telah berfirman, yang maksudnya:  

Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". 

Disebutkan dalam K.H. Qamaruddin Shaleh, A.A.A Dahlan & Prof Dr H.M.D. Dahlan (1995). Asbabun Nuzul – Latar Belakang Sejarah Turunnya Ayat-Ayat Quran : Terjemahan dan Olahan dari Kitab Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul oleh Imam Jalaluddin Assuyuthi, seperi berikut: 

Dalam satu riwayat dikemukakan bahawa Rasulullah SAW memohon kepada Allah SWT agar Raja Rom dan Raja Farsi menjadi ummatnya. Maka turunlah di atas (Surah Ali-Imran Ayat 26, Quran (3:26)) sebagai tuntunan dalam berdoa mengenai hal itu. 

Manakala dalam Syamil Al-Quran: The Miracle 15 in 1 (2010). Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleemedia. Asbabunnuzul ms 104, Intisari Ayat ms 103, seperti berikut: 

Asbabunnuzul (Ayat 26, Surah Ali ‘Imran 3:26)

Diriwayatkan dari Qatadah bahawasanya Rasulullah SAW pernah berharap dan memohon kepada Allah agar dua kekuatan, Persia/Farsi dan Romawi/Rom, masuk ke dalam Islam dan menjadi umatnya kelak. Lalu Allah mengingatkan kekuatan sesungguhnya berada dt tangan Allah semata, kemudian turunlah ayat ini. 

Intisari Ayat (Ayat 26, Surah Ali ‘Imran 3:26)

Kekuasaan berada pada ketentuan Allah. Barang siapa yang mendapat kesempatan untuk berkuasa nescaya itu adalah amanat/amanah yang diberikan Allah kepadanya. Kapan/bila, di mana dan siapa saja, bila Allah berkehendak, Dia akan memberinya amanah itu. Dia pun akan mencabut kekuasaan itu darinya dengan kehendakNya. Allah yang dapat memuliakan dan menghinakan hamba-hambaNya. Maka dari itu, seseorang yang telah mendapat amanah, hendaknya menjaga dengan baik. Sekiranya tidak, nescaya Allah akan menghinakan, baik di dunia maupun di akhirat. 

Ulasan: Amanah kekuasaan bertujuan untuk mentadbir negara bukan untuk membuat harta peribadi secara tidak sah.

Rujukan: 
K.H.Qamaruddin Shaleh, A.A.A Dahlan & Prof Dr H.M.D. Dahlan (1995). Asbabun Nuzul – Latar Belakang Sejarah Turunnya Ayat-Ayat Quran : Terjemahan dan Olahan dari Kitab Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul oleh Imam Jalaluddin Assuyuthi. Bandung : Penerbit CV Diponegoro. ms 93-94.

Syamil Al-Quran: The Miracle 15 in 1 (2010). Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleemedia. Asbabunnuzul ms 104, Intisari Ayat ms 103.

Monday, May 17, 2010

Hubungan Alam Melayu–Turki Merentasi Sejarah

Susunan:
Hasrizal Abdul Jamil
B.A. (Hons.) SHARIA Mutah University, Jordan

Suntingan buku: Islamic Identity And Development: Studies of the Islamic Periphery oleh Mehmet Ozay

PENDAHULUAN

Menulis kembali sejarah dengan disiplin ilmu yang lebih berjiwa Islam adalah tuntutan semasa yang perlu dipenuhi. Seluruh individu manusia akur bahawa pengolahan sejarah itu sebenarnya memainkan peranan yang penting di dalam usaha menentukan hala tuju sebuah tamadun. Sejarah Malaysia adalah di antara lembaran Tarikh yang berhajatkan kepada usaha seperti ini. Setakat ini kita masih belum mampu mengolah sejarah negara kita sehingga ia berpotensi menjadi wadah kebangkitan ummah.

Membahas persoalan bagaimana hubungan Alam Melayu dan Turki itu terbentuk adalah salah satu daripada marhalah penting ke arah yang telah disebutkan sebentar tadi. Kedua-dua alam ini sebenarnya membentuk satu pertiga dari komuniti umat Islam dan sebarang catatan yang membabitkan isu ini mesti diolah dengan disiplin akademik yang sihat.

Di sana terdapat beberapa tulisan yang telah menyentuh tajuk ini sama ada secara langsung atau pun sebaliknya. Mungkin kita boleh meluangkan sedikit masa meneliti tulisan Snouck Hurgronje, Anthony Reid, Za’ba, Mehmet Ozay dan beberapa tulisan lain yang diusahakan oleh pengkaji sejarah Malaysia dan Indonesia. Namun begitu, setakat yang dilihat tulisan-tulisan berkenaan kurang memberikan penekanan terhadap Islam dan peranan yang dimainkannya di dalam isu berkenaan. Ia lebih menjurus ke arah mencatat perjalanan politik tempatan (berdasarkan ideologi penulis itu sendiri) dan ada kalanya bercampur aduk dengan fakta-fakta melampau yang diragui kesahihannya.

Walau bagaimanapun, penulis tidak dapat menjanjikan sesuatu yang baru dan luar biasa menerusi artikel ini kerana beberapa masalah. Antaranya seperti yang biasa dihadapi oleh mereka yang cuba mengkaji sejarah Daulah Othmaniah, kita terpaksa berhadapan dengan sumber-sumber asli berbentu manuskrip, akhbar-akhbar dan karangan yang belum disaring antara yang sahih dan sebaliknya. Keduanya, artikel ini ditulis jauh dari pusat di mana sumber-sumber asli itu boleh dperolehi. Kebanyakan masdar yang berkaitan terdapat di beberapa buah perpustakaan di London, Perpustakaan Kongres di Washington dan pusat terdekat yang sempat dilawati hanyalah Perpustakaan IRCICA di Istana Yildiz, Istanbul. Banyak cacatan adalah berpandukan kepada buku Islamic Identity And Development: Studies of the Islamic Periphery oleh Mehmet Ozay (1992, ISBN 0-415-04386-7). Akan tetapi, dengan berpandukan rujukan oleh beliau, penulis cuba mendapatkan sendiri bahan-bahan berkenaan bagi memperkembangkan lagi tajuk untuk memberikan penekanan kepada aspek-aspek yang kurang disentuh oleh Mehmet Ozay. Oleh yang demikian, penulis berharap agar artikel ini dipandang sebagai pengenalan dan kemudiannya menggalakkan pembaca mengkaji sendiri secara lebih ilmi dan berakademik.

TURKI – MENGENAL PASTI IDENTITINYA

Menentukan siapakah yang dimaksudkan dengan bangsa Turki itu bukanlah satu perkara yang mudah. Namun begitu secara ringkasnya bolehlah kita catatkan seperti berikut:

Bangsa Turki merujuk kepada sekumpulan kaum Nomad yang menghuni Gunung Altai di Utara Mongolia dan dataran Asia Tengah. Mereka bertutur di dalam Bahasa Turki yang berasal dari rumpun Bahasa Ural-Altaic yang menjangkau bilangan lebih daripada 200 juta orang penutur pada hari ini. Bangsa Turki kini boleh dibahagikan kepada dua kumpulan utama iaitu Turki Timur dan Turki Barat[1]. Turki Timur meliputi kaum Turki dan pecahan-pecahannya di China, Asia Tengah, Iran dan bangsa Caucas Rusia. Manakala Turki Barat pula terdiri daripada penduduk Republik Turki hari ini, di Balkan dan sekumpulan kecil penduduk Cyprus.

MENYUSUN AGENDA PERBINCANGAN

Hubungan antara kedua-dua alam ini telah pun bermula semenjak kurun ke 13M. Ia terus berlangsung sehinggalah ke era Perang Dunia Pertama dan seterusnya memainkan peranan yang tersendiri di dalam design politik Malaysia yang akan dibincangkan kemudian[2]. Oleh yang demikian, kita akan membahagikan peringkat kelangsungan hubungan ini kepada tiga marhalah utama iaitu hubungan klasik awal, era Perang Dunia Pertama dan seterusnya zaman berakhirnya Khilafah Othmaniah dan pembentukan Republik Turki oleh Ataturk.

PERINGKAT PERTAMA – HUBUNGAN KLASIK AWAL

Ramai pengkaji sejarah cuba mengemukakan beberapa teori ke arah membuktikan bagaimana Islam itu sampai ke Kepulauan Melayu. Di antara teori yang masyhur adalah Teori Pedagang Arab yang dikemukakan oleh Snouck Hurgronje. Beliau menceritakan bagaimana askar Belanda telah memasuki wilayah Pasai dan menjumpai batu nesan bertulis Arab yang terdiri daripada ayat-ayat Al-Quran dan nama tokoh cendiakawan dari Sumatera Pasai. Antaranya ialah[3]: 

i. Nesan Pangeran Abbasiah Abdullah bin Muhammad bin Abd al-Kadir bin Abdul Aziz bin al-Mansur Abu Ja’far al-Abbasi al-Muntasir Billah - Amir al-Mu’minin Khalifah Rabbal ‘Alamin – mangkat Disember 1407.

ii. Mangkat 1408, Ibn as-Sultan Zain al-Abidin bin as-Sultan Ahmad bin as-Sultan Muhammad bin Salih. Beliau merujuk kepada asal usul kewujudan beberapa perkampungan Arab di Indonesia yang membuktikan perkara yang sama.

Namun demikian, teori tersebut tidak mampu memberikan keyakinan yang penuh kepada kita apabila persoalan bagaimana Islam itu tiba, siapakah pendakwah itu, dan seterusnya bagaimana Islam itu mampu kekal, tersebar dan menjadi darah daging masyarakat Kepulauan Melayu khususnya penduduk kawasan persisiran pantai – dibangkitkan. Selepas penguasaan Portugis di Melaka pada tahun 1511, Kristian menemui kegagalan untuk bersaing dengan Islam sedangkan jika kita berpegang kepada teori Snouck Hurgronje tadi, sepatutnya Kristian mampu mengambil tempat Islam bahkan usaha mereka lebih tersusun dan bertanzim. Apatah lagi, kita meyakini bahawa kedatangan Portugis dan Belanda ke Kepulauan Melayu bukanlah semata-mata didorong oleh keinginan mereka menguasai pasaran rempah bahkan lebih daripada itu melangsungkan misi Kristianisasi dan membawa panji Perang Salib ke rantau tersebut[4].

Kajian semasa yang dibuat oleh pengkaji barat menyimpulkan bahawa gerakan Kristianisasi menemui kegagalan kerana mubaligh mereka menggunakan kekerasan dan paksaan sedangkan pendakwah Islam terus beriltizam dengan uslub yang berhemah melalui dakwah dan hubungan sosial yang sihat[5].

Gerakan Dakwah Islamiah di Asia Tenggara mencapai kemuncaknya pada kurun ke-13M. Pengaruh Islam terus menuju ke Kepulauan Melayu dari Benua Kecil India yang pada masa itu berada di bawah pemerintahan Kerajaan Mogul-Turki. Para Masyaikh dan ahli sufi menjadi tenaga penggerak utama membentuk tarikat, bergaul dengan masyarakat tempatan dan berkahwin campur semata-mata untuk menyebarkan Islam sebagai rahmat kepada seluruh alam. Ajaran mereka ini berjaya tampil sebagai suatu misi yang menyokong kemajuan, bertoleransi dan seterusnya ‘mempunyai masa depan yang cerah dan boleh diharapkan’ di kalangan rakyat tempatan. Islam juga berjaya membebaskan masyarakat tempatan daripada perhambaan dan pengexploitasian tenaga manusia yang mana menjadi igauan buruk penduduk Kepulauan Melayu pada masa itu.

Berbalik kepada persoalan utama kita tadi, siapakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan Masyaikh dan ahli sufi itu tadi? Di sana terdapat beberapa bukti yang memahamkan kepada kita tentang penglibatan orang Turki dan seterusnya menjawab persoalan itu tadi. Seorang pengkaji sejarah Perancis pada kurun ke-18 telah menyebut:

Thus this religion (i.e. Islam) which has nothing very disgustful in it, establishing itself by degrees in sundry places, and because yet more powerful when some Moors or Arabians, who were raised to the first employments in the court of Cambaya and Guzerat, drew thither a great number of the Asian Turks, called Rumis, some of whom made themselves masters of some ports, as Melique Az, who made a considerable settlement at Din, where he was long time troublesome to the Portuguese. From the continent they passed to the Molucca Island, where they converted their kinds of Tidor and Ternate to their religion.[6]

Orang Rumi yang disebutkan di dalam petikan di atas adalah orang Turki Othmani. Begitu juga, secara tradisinya, Sultan Othmani dikenali di kalangan penduduk Kepulauan Melayu sebagai Raja Rum[7]. Manakala pada tahun 1511, Melaka telah jatuh ke tangan Portugis. Sepanjang kurun ke-16 dan 17, pemerintah Daulah Othmaniah telah beberapa kali cuba menghantar bantuan ketenteraan tetapi gagal.

Kedudukan Acheh sebagai Serambi Mekah dan tumpuan laluan Selat Melaka menggantikan Melaka telah membawanya kepada penglibatan yang lebih besar dengan kuasa pemerintah di Asia Barat. Sultan Ala’ ad-Din Riwayat Shah al-Kahar (1537-71) telah memulakan langkah secara rasmi memohon bantuan ketenteraan daripada Daulah Othmaniah yang pada masa itu berada di bawah pemerintahan Sultan Sulaiman al-Kanuni. Hal seumpama ini dapat dibuktikan berdasarkan kepada lambang merah Kerajaan Othmaniah yang digunakan oleh Sultan. Begitu juga dengan meriam Lada Setjupak yang berfungsi sebagai pertahanan kepada kubu dalaman kerajaan Acheh yang diberikan oleh pemerintah Othmaniah melalui Dutanya. Acheh juga menawarkan penghormatan tahunan berupa ufti yang biasa diamalkan di dalam politik serantau Kepulauan Melayu tetapi ditolak oleh pemerintah Othmaniah memandakan kedudukan geografi Acheh yang begitu jauh[8].

Hubungan akrab di antara Acheh dan Daulah Othmaniah telah berperanan mempertahankan kemerdekaannya selama lebih 300 tahun. Setiap kali Eropah cuba mengancam Acheh, maka hubungan antara kedua belah pihak itu tadi kembali hangat dan diperbaharui ‘roh dan semangatnya’. Pada tahun 1850, perlindungan Othmani kepada Acheh ini telah disahkan semula di dalam dua Ferman yang dikeluarkan oleh Sultan Abdul Majid. Akan tetapi ia tidak didedahkan kepada umum sebagaimana yang biasa dibuat mengikut disiplin diplomatik kuasa-kuasa Eropah. Perlindungan Othmani kepada Acheh ketika berhadapan dengan serangan Belanda terakam di dalam 65 catatan di Acheh yang kemudiannya sampai kepada catatan wakil Belanda di Istanbul pada tahun 1869. Berita ini mendesak pemerintah Belanda supaya memberikan tumpuan yang lebih serius terhadap segala permasalahan yang timbul khususnya yang membabitkan hubungan Acheh – Othmani[9].

Ekoran daripada itu, pemerintah Acheh telah menghantar wakilnya Abdul Rahman az-Zahir ke Istanbul bagi mendapatkan bantuan Khalifah. Peribadi Abdul Rahman tercatat di dalam media massa Istanbul pada masa itu yang menyifatkan beliau sebagai seorang yang dianugerahkan dengan kecerdikan yang luar biasa dan penampilan minda yang mengagumkan[10]. Beliau telah belayar dari Pulau Pinang ke Istanbul bersama Nyak Abas, seorang pengusaha tanaman lada hitam. Bersama mereka adalah surat Sultan Mahmud sebagai bukti terhadap keakraban hubungan Acheh – Istanbul dan mereka tiba di ibu kota Daulah Othmaniah itu pada 27 April 1873.

Sepanjang tahun 1869 – 1873, masalah Acheh menjadi isu utama di dalam polisi luar Daulah Othmaniah. Midhat Paşa telah menjadikan isu Acheh sebagai modal beliau ke arah memperbaiki imejnya yang terjejas ekoran kegagalan beliau melaksanakan tugas sebagai Menteri Utama di dalam kabinet Istanbul. Pada tahun 1568, Acheh telah melancarkan serangan besar-besaran ke Melaka bersama 20 ribu askar yang mana 400 daripadanya adalah orang Turki tetapi terpaksa akur kepada kekuatan pertahanan Portugis lantas sekali lagi menemui kegagalan[11].

Dalam pada itu, media massa di Istanbul terus memainkan peranan menarik perhatian masyarakat tempatan kepada isu Acheh. Basiret, akhbar harian utama di Istanbul pada ketika itu menyeru supaya armada Othmani dihantar ke Sumatera[12]. Walaupun pada masa tersebut pelbagai ikhtiar secara diplomatik diusahakan oleh pemerintah Othmani, kerajaannya sendiri sudah terlalu lemah untuk menyelamatkan Acheh sebagaimana yang dilakukan pada masa-masa sebelumnya.

Akan tetapi, umat Islam di Indonesia dan di Malaysia terus menaruh harapan agar pemerintah Othmani berusaha membebaskan mereka daripada cengkaman pemerintah Belanda dan Inggeris. Sultan Pahang juga pernah cuba membuat hubungan dengan kerajaan Othmaniah dan tidak setakat itu, terdapat juga beberapa usaha menegakkan pemerintahan Islam di Kelantan dan Patani supaya dapat kemudiannya bernaung di bawah pemerintahan Daulah Othmaniah. Mungkin kita boleh menilai catatan yang dibuat oleh ahli kapal Ertuğul yang diutus oleh kerajaan Othmaniah ke Jepun pada sekitar tahun 1888-89. Melalui Suez mereka telah singgah di beberapa buah pelabuhan seperti Aden, Bombay, Ceylon, Singapura, Saigon dan Hong Kong. Ahli kapal tersebut telah naik ke darat untuk bersolat Jumaat dan apa yang mengejutkan ialah apabila mereka mendapati nama Sultan Abdul Hamid II disebut di dalam doa Khutbah Jumaat[13]. Raja Selangor pada masa itu juga telah menulis surat untuk diserahkan kepada rombongan berkenaan sebagai usaha baginda mendapatkan bantuan daripada Khalifah Othmani tetapi tidak berjaya apabila rombingan tersebut berlepas lebih awal daripada yang dijadualkan.

PERINGKAT KEDUA – DI AMBANG PERANG DUNIA PERTAMA: PAN-ISLAM DI ALAM MELAYU

Sultan Abdul Hamid II 
Pan-Islam adalah rencana Sultan Abdul Hamid II yang membingungkan kuasa barat. Snouck Hurgronje menyifatkan kegiatan Pan-Islam ini sebagai tindakan yang berbahaya tetapi sia-sia[14]. Walau bagaimanapun, impian Sultan Abdul Hamid II menyatukan umat Islam di bawah panji-panji Khilafah Othmaniah ini perlu diulas secara terpeinci kerana ia telah membuka lembaran baru kepada hubungan alam Melayu-Turki bagi marhalah kedua.

Pan-Islam terus menjadi sebab yang mendorong kepada kebimbangan kuasa kolonial Inggeris dan Belanda di Kepulauan Melayu. Sebagaimana yang telah disebutkan tadi, Sultan Othmani dihormati secara tradisi di kalangan umat Islam di Kepulauan Melayu. Sultan Abdul Hamid II yang menjadi harapan terakhir umat Islam dianggap sebagai ‘God’s Shadow On Earth’. Baginda memandang bahawa umat Islam tidak akan mampu berhadapan dengan Barat kecuali mereka bersatu di bawah bendera Khilafah. Lantas baginda telah menghantar ribuan duat ke seluruh dunia di mana adanya umat Islam bagi menyampaikan mesej risalah Pan-Islamnya.

Walau bagaimanapun, gerakan Pan-Islam di Timur Tengah sudah banyak ditulis. Akan tetapi kesan dan pengaruh rencana besar ini terhadap umat Islam di Kepulauan Melayu masih kurang mendapat tempat di gelanggang penulisan sejarah masyarakat kita, atau kurang didedahkan kepada pembacaan umum. Di sana terdapat beberapa peristiwa penting yang berlaku di Malaysia dan Indonesia hasil seruan Sultan Abdul Hamid II tetapi kebanyakannya tersimpan tanpa perhatian… atau disembunyikan atas sebab-sebab yang maklum.

Sebagaimana yang tercatat, Konsul Othmani di Jawa, Sadik Bey cuba mempertahankan hak umat Islam yang dizalimi oleh pemerintah Belanda[15]. Begitu juga Duta pemerintah Othmani di Batavia, Muhammad Kamil Bey (1897-99). Beliau telah banyak melancarkan gerakan Pan-Islam Sultan Abdul Hamid II di Kepulauan Melayu dan sebagai natijah yang sesuai dengan gerakan tersebut, beliau telah diusir oleh Belanda kerana mencetuskan kebangkitan umat Islam di rantau berkenaan[16]. Akan tetapi, kegiatannya itu telah berjaya menarik perhatian umum di Istanbul supaya menyedari tentang ketidak adilan penjajahan kuasa Kolonial di Asia Tenggara. Manakala dari sudut yang lain pula, kegiatannya telah menimbulkan sensitiviti orang Melayu terhadap aliran baru pembaharuan dan nasionalisma yang wujud di Timur Tengah. Semenjak tahun 1897, akhbar-akhbar Istanbul seperti Idkam dan Al-Malumat, Thamarat al-Funun di Beirut dan beberapa akhbar di Mesir mengadakan hubungan kewartawanan dengan Batavia dan Singapura. Pelbagai berita disiarkan di akhbar-akhbar berkenaan menceritakan tentang kekejaman Inggeris dan Belanda di rantau tersebut[17].


Senario ini telah menimbulkan kesan yang nyata kepada pemikiran orang Melayu dan kemudiannya mencetuskan marhalah baru di dalam perkembangan ideologi orang Melayu dengan terbentuknya dua haluan yang dikenali sebagai Kaum Tua dan Kaum Muda[18]. Sebuah lagi catatan penting ekoran daripada gerakan Pan-Islam Sultan Abdul Hamid II adalah tercetusnya Dahagi Singapura pada tahun 1915. Sehingga pada hari ini, sebab sebenar yang mencetuskan Dahagi tersebut masih belum didedahkan kepada umum kecuali dengan beberapa andaian yang berhasil semenjak beberapa tahun yang lalu. Ini berikutan daripada polisi Britain sendiri yang merahsiakan perkara tersebut. Dahagi ini sebenarnya bermula ekoran daripada bantahan askar India dan Melayu Muslim daripada dihantar ke Timur Tengah bagi menyertai tentera Arab menentang pemerintahan Khilafah Othmaniah semasa Revolusi Arab 1916.


Cubalah kita renungkan bagaimana kedudukan kita di mata Inggeris. Di manakah munasabahnya untuk kita ini dihantar menyertai Revolusi Arab yang sudah mabuk Asabiah itu (walaupun kita akur dengan kecacatan yang tidak sedikit di dalam pemerintahan Khilafah Othmaniah pada akhir zaman penguasaannya)?[19] Kassim Ali Mansoor adalah individu penting yang memainkan peranan di sebalik Dahagi tersebut.


Beliau mengetuai gerakan menentang tindakan cabul Inggeris itu dan kemudiannya dihukum gantung atas tuduhan memiliki satu salinan surat yang telah dihantar kepada anaknya sebagai utusan peribadi kepada Konsul Kehormat Othmani di Rangoon. Inggeris sememangnya bimbang terhadap potensi natijah yang bakal dicetuskan oleh Dahagi ini sehingga mereka tidak pernah menjelaskan sebab sebenar kepada insiden tersebut[20].

PERINGKAT KETIGA – KEJATUHAN KHILAFAH DAN KEMALISMA

Daulah Othmaniah adalah benteng terakhir umat Islam. Sultan Abdul Hamid II pada era pemerintahannya bersendirian di dalam kabinet berhadapn dengan menteri-menteri yang telah kekenyangan dengan teori-teori Barat. Usaha Pan-Islamnya seakan-akan dipersendakan oleh kaca mata Eropah dan menganggapnya sebagai tindak balas The Sick Man of Europe.

Daya tarikan yang mendorong kepada timbulnya perhatian alam Melayu kepada Turki adalah soal Khilafah. Sultan Othmani umumnya diertikan sebagai simbol kepada penyatuan ummah. Pada bacaan politik ketika itu, kuasa dan pengaruh Kerajaan Othmaniah terus bertambah. Walaupun keadaan Daulah Othmaniah pada ketika itu tidak memungkinkannya untuk berhadapan dengan kuasa penjajahan yang mencengkam masyarakat Muslim di Kepulauan Melayu.

Selepas lebih 600 tahun memakmurkan tiga benua dengan Islam, Daulah Othmaniah akhirnya runtuh oleh pertemuan 1001 sebab yang membawa kepada kemusnahannya. Mustafa Kemal Pasha (yang kemudiannya dikenali sebagai Ataturk – Bapa Turki) telah membubarkan Khilafah secara rasmi di Ankara pada bulan April 1924. Pada masa itu, seluruh dunia melahirkan tindak balas yang berbeza antara satu sama lain. Di Kepulauan Melayu sendiri, kesan Revolusi Ataturk lahir di dalam pelbagai bentuk mengikut bacaan masing-masing.

Secara umumnya umat Islam di Malaysia melahirkan rasa simpati mereka terhadap pembubaran Daulah Othmaniah. Bahkan setiap peristiwa yang berturutan ketika itu mendapat perhatian dan simpati umum masyarakat seperti Perang Turki – Rusia pada tahun 1877, Turki – Greece pada tahun 1897, Perang Balkan, Kempen Itali di Libya, Perang Dunia Pertama dan sebagainya. Akhbar-akhbar tempatan, buku-buku dan makalah tentang Perang Kemerdekaan Turki telah diterbitkan dan dibaca secara meluas[21]. Di antara koleksi manuskrip perpustakaan Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), terdapat manuskrip sebanyak 7 keping bertajuk “Hikayat Cerita Sultan Istanbul Tatkala Berperang Dengan Radja Moskou”


Mustafa Kemal Ataturk

Kaum Tua di Tanah Melayu menganggap Ataturk sebagai pengkhianat agama. Tetapi dari sudut yang lain, pemikiran dan ideologinya telah dimanfaatkan oleh segolongan yang lain di Alam Melayu. Ramai pemimpin Malaya dan Indonesia seperti Sukarno telah mengkaji gerakan Kemalisma dan dasar reformasi sekularnya lantas mencorakkan kegiatan politik mereka berdasarkan corak Mustafa Kemal Ataturk[22]. Sepanjang tahun 1920an dan 30an, beberapa buah buku di Malaya telah diterbitkan khusus membicarakan tentang Revolusi Ataturk. ‘Turki dan Mustafa Kemal Ataturk’ menceritakan tentang sejarah gerakan reformasi ini. ‘Turki dan Tamaddunnya’ pula mengkaji gerakan ini secara terpeinci. Terdapat juga buku yang menceritakan dalam bentuk biografi khusus tentang Ataturk seperti ‘Kitab Mustafa Kemal’. Begitu juga dengan akhbar-akhbar dan majalah berkala seperti ‘Idaran Zaman’ dan ‘Saudara’ yang memberikan laporan secara meluas tentang Revolusi Kemalisma tersebut[23].

Walau bagaimanapun kita membaca kesan ini dengan kaca mata yang berbeza. Agak menyedihkan apabila fahaman sekular menutup pertimbangan kebanyakan umat Islam ketika itu. Gerakan menentang penjajahan kuasa luar tidak digerakkan secara sihat dan apa yang berlaku hanyalah kemusnahan roh Islam di kalangan umat Islam yang lupa kepada agamanya.

Sebagaimana yang telah disebutkan sebentar tadi, Revolusi Ataturk telah membungakan semangat nasionalisma di kalangan orang Melayu – Turki. Turutan daripada itu, pada tahun 1946, pengaruh ini telah mendorong kepada pembentukan sebuah ‘parti sekular dan progresif’ yang bersifat ala-Turki iaitu UMNO di bawah kepimpinan Dato’ Onn yang juga berketurunan Turki[24].

Peranan yang dimainkan oleh kepimpinan Dato’ Onn di dalam gerakan nasionalisma Malaya telah membuka satu lagi lembaran baru kepada hubungan Melayu – Turki. Seperti yang kita sedia maklum, Sultan-sultan di Tanah Melayu mempunyai hubungan yang tersendiri dengan Daulah Othmaniah. Akan tetapi, pertalian yang ditunjukkan oleh House of Johore lebih menonjol dan meninggalkan kesan hingga ke hari ini.

Pada pertengahan 1860an, Sultan Abu Bakar dalam rangka lawatannya ke Eropah telah berkesempatan melawat Khalifah di Istanbul. Sebagai tanda ke atas hubungan baik kedua belah pihak, baginda telah dikurniakan dengan seorang Lady in Waiting bernama Rugayyah Hanum, berketurunan Circassian. Sebaik sahaja tiba di Johor, Rugayyah Hanum telah berkahwin dengan Ungku Abdul Majid dan mendapat tiga orang cahaya mata. Salah seorang daripadanya adalah Ungku Abdul Hamid, ayah kepada Ungku Abdul Aziz, bekas Naib Canselor Universiti Malaya.


Selepas kematian Ungku Abdul Majid, Rugayyah Hanum telah berkahwin dengan Dato’ Jaafar, seorang orang kebanyakan dan mendapat anak seramai tujuh orang. Salah seorang daripadanya ialah Dato’ Onn yang mengasaskan UMNO dan anaknya Tun Hussein merupakan Perdana Menteri Malaysia yang ketiga. Selepas daripada itu, Rugayyah Hanum berkahwin pula dengan seorang ahli perniagaan berketurunan Arab Yaman bernama Abdullah al-Attas dan mendapat seorang cahaya mata bernama Ali al-Attas. Beliau pula mempunyai tiga orang anak lelaki dan salah seorang daripada mereka ialah seorang ahli sosiologi yang terkenal bernama Husein al-Attas dan adiknya Naquib al-Attas pula adalah juga seorang tokoh yang terkenal di negara kita[25].

KESIMPULAN

Hubungan Alam Melayu – Turki adalah hubungan klasik yang penuh dengan catatan penting jika kita membalikkan bacaan kepada kedudukan Malaysia di dalam persoalan Khilafah dan pengalaman hidup di dalam pemerintahan Islam. Persepsi bahawa seruan ke arah mengembalikan pemerintahan Islam di Alam Melayu sebagai sesuatu yang janggal dan asing, mesti diperbetulkan. Kita telah mempunyai siri pengalaman yang panjang dan pembinaan masa hadapan tidak boleh mengenepikan aspek penting sejarah ini.

Di sana masih terdapat banyak riwayat yang penting lagi menarik tetapi tidak dicatatkan di sini memandangkan kesahihannya masih belum dapat ditentukan. Sebahagiannya berkisar kepada kebangkitan Islam di penjuru-penjuru Tanah Melayu semasa pemerintahan Inggeris dan sebahagian yang lain pula menyentuh tindak balas masyarakat Timur Tengah khususnya di ibu kota Ummah, Istanbul. Penulis mencadangkan agar pembaca dapat bersama mencari sebanyak mungkin cacatan berharga tersebut. Semoga pendedahan ini memberikan manfaat kepada kita semua.

Hasrizal Abdul Jamil
Universiti Mu’tah, Jordan 1996.
(Artikel ini telah diterbitkan oleh Majalah Suara Kampus Edisi Johor [SUKEJ], Kaherah, Jun 1996).

http://samuraisyahid.wordpress.com/2007/06/13/kajian-hubungan-turki-tanah-melayu/

Ulasan: Usahakan supaya umat Islam dapat hidup semula dibawah sistem khalifah Islam. Kalau lapang, silalah mendengar lagu 1924 oleh Soldiers in Islam http://www.youtube.com/watch?v=Ey4Tx_D-Ojo .

Bila ummat mengkhianati perjuangan umat Islam.

June 17, 2008
Kuliah Bulanan di Mesjid al Huda, Section 19 Syah Alam 

Askar-askar India Muslim dan melayu dijatuhkan hukuman tembak (firing squad) dalam peristiwa Dahagi kerana menyokong Khilafah Uthmaniah, Turki

Semalam saya mengisi kuliah bulanan di Mesjid al Huda Sec 19, Syah Alam. Kuliah malam tadi adalah siri pertama yang diberi tajuk 'Perihal sokongan ulama tanah air kepada Khilafah Uthmaniah'. Sebagai mukaddimah saya terangkan di mana kedudukan khalifah dalam sistem politik tertinggi umat Islam dan peranannya di dalam memayungi ummah. Saya jelaskan juga apakah bencana yang menimpa umat ini apabila khilafah terakhir, Khilafah Uthmaniyah luput pada tahun 1924. Di sentuh juga sepintas lalu mengenai usaha as-Syahid Imam Al-Banna dan program maratib-ul-amal untuk mengembalikan khilafah bermula dengan pembinaan syahsiah muslimah sehingga terbitnya ustiazatul alam (Islamic world order yang memayungi seluruh dunia).

Untuk siri yang pertama ini saya bongkar hubungan perjuangan umat Islam di Tanah Melayu dengan sistem khilafah yang berpusat di Istanbul. Saya jelaskan pada hadirin bahawa kita kena letakkan ulama-ulama pejuang yang selama ini dinobat sebagai pejuang nasionalis melayu kepada para mujahiddin yang gerak kerja dan perjuangannya bersifat global dan 'alami. Ini termasuklah peranan yang dimainkan oleh Dato' Bahaman, Tuk Gajah (Imam Perang Rasul), Mat Kilau, Tuk Janggut dan Tuk Ku Paloh.

Apabila pecah perang dunia pertama, Turki Uthmaniy terseret sama ke dalam kancah global ini demi mempertahankan kedaulatan wilayah Islam dari pencerobohan British dan Peranchis. Untuk menghadapi ancaman Barat ini maka khilafah telah mengeluarkan pengistiharan Jihad-i-akbar pada bulan November 1914.

Fatwa kewajipan jihad ini telah membangkitkan umat Islam di seluruh dunia termasuk di Tanah Melayu. Singapura yang merupakan pusat pentadbiran dan military base bagi British menempatkan juga askar-askar India Muslim dan Melayu dalam pasukan British. Mereka akan dihantar ke tanah Arab untuk membantu 'revolusi Arab' menentang Turki Uthmani (Revolusi Arab ini dicetuskan oleh agen British T.E Lawrence atau terkenal dengan gelaran 'Lawrence of Arabia untuk mengusir Turki dari 'levant' termasuk Palestin). Askar Melayu pula akan dihantar ke Afrika Timur untuk menggugat wilayah Islam seperti Somalia, Ethiopia, Eritrea, Sudan.

Seorang ulama tempatan bernama Ustaz Nurul Alam Syah dari Kampung Jawa, Singapura dan seorang saudagar Gujerat bernama Kassim Ali telah meniup semangat jihad di kalangan tentera Islam supaya tidak patuh kepada arahan British dan sebaliknya memerangi mereka yang memusuhi Islam. Pada 15 February 1915 seramai 815 askar India Muslim dan 100 askar Melayu telah menyerang kedudukan pasukan British, menyebabkan 33 orang askar British terkorban.

British telah memohon bantuan dari TSN (Tentera Setia Negeri - Johor di bawah Sultan Johor, Sultan Ibrahim) untuk mematahkan pemberontakan ini). Ini adalah satu episod malang di mana Tentera Setia Negeri telah digunakan untuk mengkhianati perjuangan umat Islam. Sultan Ibrahim telah dikurniakan pingat darjah kebesaran British atas bantuannya.

Peristiwa yang disebut sebagai 'Dahagi' (mutiny - atau pemberontakan) ini telah menyebabkan ramai askar-askar muslim dijatuhkan hukuman bunuh dengan 'firing squad'. Ustaz Nurul Alam dan Kassim Ali di hukum gantung.

Demikian secebis dari perjuangan umat ini yang tidak pernah diungkap dalam buku-buku sejarah rasmi negara kita. Atas kesedaran bahawa ada usaha untuk menafikan umat ini dari sejarah sebenarnya, saya akan berusaha untuk mengenengahkannya kembali melalui ucapan, ceramah dan penulisan buku insyaAllah.

Pada bulan hadapan, saya akan kupas apakah kesan kebangkitan di Singapura ini kepada perjuangan ulama pejuang Tuk Janggut di Kelantan insyAllah.

Prof Madya Dr Hafidzi Mohd Noor

http://lambaian-islah.blogspot.com/2008_06_01_archive.html

http://gooku.proboards.com/index.cgi?board=bicarakhilafah&action=display&thread=280 bandingkan 2 berita ini

Ulasan: Jadilah pembantu kepada perjuangan memenangkan Islam.