|
|
"Apakah kamu tidak memperhatikan
orang yang melalui suatu negeri yang temboknya telah roboh menutupi atapnya.
Ia berkata, "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah
hancur?" Allah kemudian mewafatkan orang itu selama seratus tahun, lalu
menghidupkannya kembali. Allah bertanya,"Berapa lama kamu tinggal
disini?" Ia menjawab,"Saya telah tinggal disini selama sehari atau
setengah hari." Allah berfirman,"Sebenarnya kamu telah tinggal
disini selama seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan minumanmu yang
belum berubah, dan lihatlah keledaimu yang telah menjadi tulang belulang.
Kami akan menjadikan kamu sebagai tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Dan
lihatlah tulang-tulang keledai itu. Kami menyusunnya kembali dan membalutnya
dengan daging." Maka ketika hal itu telah jelas (bagaimana Allah
menghidupkan makhluk-Nya yang telah mati), ia pun berkata,"Saya yakin
bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS.
Al-Baqarah: 259)
Pada zaman/jaman Nabi Uzair, ada sebuah keledai yang dimiliki oleh
seorang yang kaya raya, tapi sangat kikir. Untuk makan satu minggu saja, ia
cukup menggoreng sebutir telur. Dan gorengan telur itu dia bagi menjadi 7
bagian. Setiap pagi ia memakan satu bagian ditambah bubuk roti kering. Jika
istrinya makan lebih dari bagian yang sudah ditentukan, ia akan memukulinya.
Selain kikir, orang kaya ini juga tergolong kejam. Setiap hari
keledai miliknya diberi pekerjaan yang sangat berat, yaitu mengangkut
barang-barang yang berat, tapi keledai itu hanya diberi makan yang sedikit.
Jika keledai itu terasa lapar dan meringkik, maka orang kaya itu memukulnya.
Alhasil, keledai itu tidak berani lagi meringkik di hadapan majikannya.
Akibat terlalu sering membawa beban berat, kulit punggung
keledai itu menjadi lecet dan tulang punggungnya retak. Lama kelamaan keledai
itu tidak kuat lagi bekerja. Dan akhirnya dia mogok tidak mau bekerja lagi.
Melihat keledai itu tidak mau berjalan dan bekerja lagi, majikannya memukuli
sang keledai dengan tongkatnya. Walaupun dipukuli berkali-kali, keledai tetap
tidak mau berjalan. Hingga akhirnya dipukul dengan keras sekali keledai itu.
Karena merasa kesakitan, keledai mengangkat kaki bekangnya dan menendang
majikannya itu hingga terjatuh. Diperlakukan seperti itu, sang majikan
akhirnya benar-benar marah. Dan keesokan harinya, keledai itu di jual ke
pasar.
Keledai itu ditawarkan ke beberapa orang dengan harga sepuluh
dinar. Tapi karena melihat kondisi keledai itu yang lemah dan sepertinya
malas, akhirnya keledai itu terjual kepada saudagar kaya dengan harga dua
dinar. Pada mulanya keledai itu senang dengan majikan barunya ini. Tapi, tak
disangka ternyata majikan barunya ini adalah seorang penjual keledai yang
ingin mencari keuntungan. Membeli dengan harga yang murah, dan menjualnya
kembali dengan harga yang cukup tinggi. Dan hari itu, keledai-keledai milik
saudagar itu dibawa ke pasar. Sebelum sampai di pasar, sang saudagar
menyulutkan api ke kaki-kaki keledainya hingga melepuh. Saat saudagar itu
menawarkan keledainya kepada para pembeli, ia menekankan tongkatnya pada luka
bakar di kaki-kaki keledai tersebut. Karena kesakitan, keledai-keledai itu
melonjak-lonjak. Dengan cara seperti itulah, ia memperlihatkan kepada pembeli
seakan-akan keledai-keledai itu cekatan dan bisa berlari kencang.
Rupanya, nasib baik masih berpihak pada keledai tadi. Seorang
laki-laki yang sudah berumur yang bernama Uzair membelinya tanpa menawar
kepada sang saudagar dengan harga tujuh dinar. Uzair kemudian menaiki keledai
itu dan menyuruh keledai itu berjalan. Keledai itu sepertinya mengerti bila
Uzair adalah seorang yang baik. Karena sepanjang perjalanan pulang, tidak
sekalipun keledai itu dicambuknya. Bahkan sepanjang perjalanan itu, Uzair
selalu bertasbih memuji Allah.
Hidup keledai itu benar-benar berubah. Sesampai di rumah
Uzair, dia diberi kandang khusus di belakang rumah, diberi makan dan minum
dengan teratur, sehingga tubuhnya terlihat gemuk. Tapi siapa sebenarnya Uzair
itu? Uzair adalah seorang nabi, utusan Allah. Uzair memiliki tiga orang anak
dan seorang pelayan. Uzair selalu mengajak orang-orang untuk taat kepada
Allah, dan melarang mereka menyembah berhala. Ia berdakwah tanpa meminta upah
dari mereka.
Uzair memiliki sebidang kebun yang cukup jauh dari rumahnya.
Perjalanan dari rumah ke kebunnya itu membutuhkan waktu seminggu. Kebunnya ditanami
anggur dan tin. Saat musim panen/menuai, Uzair dan keledainya berangkat ke kebun. Ia
meletakkan dua buah keranjang di punggung sang keledai. Dalam perjalanan
menuju kebun, Uzair dan keledainya melewati kuburan tua dan puing-puing
Sampailah Uzair dan keledainya di kebun. Tubuh keledai basah
dengan keringat. Uzair turun dari keledainya, dan mulailah dia mengisi
keranjangnya dengan buah anggur dan tin. Keledainya dibiarkan beristirahat di
tempat yang teduh sambil memakan rumput. Setelah kedua keranjang terisi
penuh, Uzair kembali meletakkan kedua keranjang tersebut pada punggung
keledainya. Karena membawa beban terlalu berat, keledai itu tidak bisa
berjalan cepat. Uzair lalu turun dari punggung keledainya, lalu menepuk-nepuk
betis keledainya. Sungguh menakjubkan, keledai itu dapat berjalan dengan
cepat.
Dalam perjalanan pulang, kembali Uzair dan keledai itu
melewati pekuburan tua dan puing-puing
Tidak lama setelah itu, Uzair merasa mengantuk dan akhirnya
tertidur. Melihat tuannya tertidur, keledai itu berusaha membangunkannya
dengan meringkik. Tapi majikannya tetap saja tertidur. Bahkan keledai itu pun
ikut pula tertidur. Ketika bangun, keledai itu seperti sudah berada di alam
lain. Keledai itu mendengar suara yang ditujukan kepada majikannya. "Hai
Uzair, berapa lama kamu tinggal di sini?"
"Saya tinggal disini selama sehari atau setengah
hari." jawab Uzair. "Sebenarnya, engkau telah tinggal disini selama
seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang telah berubah, dan
lihatlah keledaimu yang telah menjadi tulang belulang. Kami menjadikanmu
sebagai tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Dan lihatlah tulang-tulang keledai
itu, Kami akan menyusunnya kembali dan membalutnya dengan daging."
Tiba-tiba terdengan suara,"Hai keledai, bangkitlah
engkau!" Keledai seakan-akan terbangun dari tidurnya. Keledai itu
melihat tuannya berdiri di hadapannya dengan kebingungan. Keledai itu pun
bangkit sambil meringkik. Uzair kemudian berkata,"Aku benar-benar yakin
bahwa Allah Mahakuasa menghidupkan kembali Makhluk-Nya yang telah mati."
Uzair pun menunggangi keledainya dan pulang kembali ke kampungnya.
Keledai
itu merasa kebingungan dengan perubahan yang terjadi. Dia mengendus-endus
tanah untuk mencari bau rumah tuannya. Namun, rumah tuannya itu tidak juga
ditemukan. Akhirnya, barulah Uzair dan keledainya sadar, bahwa mereka baru
saja bangkit dari kematian selama seratus tahun.
Tidak hanya Uzair dan keledainya saja yang kebingungan. Bahkan
orang-orang pun tidak percaya bahwa orang yang datang adalah Uzair, nabi
mereka. "Uzair telah pergi sejak seratus tahun yang lalu dan tidak pernah
kembali lagi. Kami yakin Uzair sudah wafat," kata mereka. "Demi
Allah, aku adalah Uzair, Allah telah membangkitkan aku kembali dari kematian
selama seratus tahun. Dimanakah anak dan cucuku? Mungkin mereka masih
mengenalku," kata Uzair.
Lalu mereka mengantar kepada cucunya. Namun, mereka tidak mau
mengakui Uzair sebagai kakek/datuknya. Kebetulan, di kampung itu ada seorang
perempuan tua yang pernah hidup bersama Uzair. Mereka pun mengantarkan Uzair
kepadanya. Keledai itu berusaha mengendus bau perempuan tua yang sudah buta
itu. Dan keledai itu yakin, kalau perempuan tua itu adalah pelayan tuannya
dulu.
"Uzair adalah orang yang doanya mustajab. Jika memang
engkau benar-benar Uzair, nerdoalah kepada Allah agar mataku dapat melihat
kembali,"kata perempuan tua itu. Uzair pun berdoa, dan ajaibnya
perempuan itu bisa kembali melihat. Orang-orang pun akhirnya percaya bahwa
yang datang adalah benar-benar Uzair. Tetapi tetap saja, cucu-cucu Uzair
belum sepenuhnya percaya. Hingga akhirnya, mereka meminta pembuktian bahwa
Uzair memiliki lembaran Taurat yang asli. Dan Uzair pun menunjukkan di mana
dia menyimpan lembaran Taurat itu. Mereka pergi ke pohon tua yang dikelilingi
rerumputan. Di situlah Uzair menyimpan lembaran Taurat itu. Melihat hal ini,
barulah mereka mengakui bahwa orang itu adalah Uzair, kakek mereka.
|
memperkatakan mengenai jiwa kita yang merdeka supaya terus dan tetap merdeka :: dealing on the freedom of mind & soul so that they will be free forever
Monday, October 29, 2012
KISAH NABI UZAIR DAN KELEDAI/KALDAINYA
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment