Monday, October 29, 2012

KISAH NABI UZAIR DAN KELEDAI/KALDAINYA





Friday, 11 November 2011 04:23

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang melalui suatu negeri yang temboknya telah roboh menutupi atapnya. Ia berkata, "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Allah kemudian mewafatkan orang itu selama seratus tahun, lalu menghidupkannya kembali. Allah bertanya,"Berapa lama kamu tinggal disini?" Ia menjawab,"Saya telah tinggal disini selama sehari atau setengah hari." Allah berfirman,"Sebenarnya kamu telah tinggal disini selama seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, dan lihatlah keledaimu yang telah menjadi tulang belulang. Kami akan menjadikan kamu sebagai tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Dan lihatlah tulang-tulang keledai itu. Kami menyusunnya kembali dan membalutnya dengan daging." Maka ketika hal itu telah jelas (bagaimana Allah menghidupkan makhluk-Nya yang telah mati), ia pun berkata,"Saya yakin bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: 259)

Pada zaman/jaman Nabi Uzair, ada sebuah keledai yang dimiliki oleh seorang yang kaya raya, tapi sangat kikir.  Untuk makan satu minggu saja, ia cukup menggoreng sebutir telur. Dan gorengan telur itu dia bagi menjadi 7 bagian. Setiap pagi ia memakan satu bagian ditambah bubuk roti kering. Jika istrinya makan lebih dari bagian yang sudah ditentukan, ia akan memukulinya.

Selain kikir, orang kaya ini juga tergolong kejam. Setiap hari keledai miliknya diberi pekerjaan yang sangat berat, yaitu mengangkut barang-barang yang berat, tapi keledai itu hanya diberi makan yang sedikit. Jika keledai itu terasa lapar dan meringkik, maka orang kaya itu memukulnya. Alhasil, keledai itu tidak berani lagi meringkik di hadapan majikannya.

Akibat terlalu sering membawa beban berat, kulit punggung keledai itu menjadi lecet dan tulang punggungnya retak. Lama kelamaan keledai itu tidak kuat lagi bekerja. Dan akhirnya dia mogok tidak mau bekerja lagi. Melihat keledai itu tidak mau berjalan dan bekerja lagi, majikannya memukuli sang keledai dengan tongkatnya. Walaupun dipukuli berkali-kali, keledai tetap tidak mau berjalan. Hingga akhirnya dipukul dengan keras sekali keledai itu. Karena merasa kesakitan, keledai mengangkat kaki bekangnya dan menendang majikannya itu hingga terjatuh. Diperlakukan seperti itu, sang majikan akhirnya benar-benar marah. Dan keesokan harinya, keledai itu di jual ke pasar.

Keledai itu ditawarkan ke beberapa orang dengan harga sepuluh dinar. Tapi karena melihat kondisi keledai itu yang lemah dan sepertinya malas, akhirnya keledai itu terjual kepada saudagar kaya dengan harga dua dinar. Pada mulanya keledai itu senang dengan majikan barunya ini. Tapi, tak disangka ternyata majikan barunya ini adalah seorang penjual keledai yang ingin mencari keuntungan. Membeli dengan harga yang murah, dan menjualnya kembali dengan harga yang cukup tinggi. Dan hari itu, keledai-keledai milik saudagar itu dibawa ke pasar. Sebelum sampai di pasar, sang saudagar menyulutkan api ke kaki-kaki keledainya hingga melepuh. Saat saudagar itu menawarkan keledainya kepada para pembeli, ia menekankan tongkatnya pada luka bakar di kaki-kaki keledai tersebut. Karena kesakitan, keledai-keledai itu melonjak-lonjak. Dengan cara seperti itulah, ia memperlihatkan kepada pembeli seakan-akan keledai-keledai itu cekatan dan bisa berlari kencang.

Rupanya, nasib baik masih berpihak pada keledai tadi. Seorang laki-laki yang sudah berumur yang bernama Uzair membelinya tanpa menawar kepada sang saudagar dengan harga tujuh dinar. Uzair kemudian menaiki keledai itu dan menyuruh keledai itu berjalan. Keledai itu sepertinya mengerti bila Uzair adalah seorang yang baik. Karena sepanjang perjalanan pulang, tidak sekalipun keledai itu dicambuknya. Bahkan sepanjang perjalanan itu, Uzair selalu bertasbih memuji Allah.

Hidup keledai itu benar-benar berubah. Sesampai di rumah Uzair, dia diberi kandang khusus di belakang rumah, diberi makan dan minum dengan teratur, sehingga tubuhnya terlihat gemuk. Tapi siapa sebenarnya Uzair itu? Uzair adalah seorang nabi, utusan Allah. Uzair memiliki tiga orang anak dan seorang pelayan. Uzair selalu mengajak orang-orang untuk taat kepada Allah, dan melarang mereka menyembah berhala. Ia berdakwah tanpa meminta upah dari mereka.

Uzair memiliki sebidang kebun yang cukup jauh dari rumahnya. Perjalanan dari rumah ke kebunnya itu membutuhkan waktu seminggu. Kebunnya ditanami anggur dan tin. Saat musim panen/menuai, Uzair dan keledainya berangkat ke kebun. Ia meletakkan dua buah keranjang di punggung sang keledai. Dalam perjalanan menuju kebun, Uzair dan keledainya melewati kuburan tua dan puing-puing kota mati. Saat melewati daerah menyeramkan itu, sang keledai merasa ketakutan dan mempercepat jalannya. Uzair mengetahui kalau keledainya ketakutan. Ia lalu mengusap-usap kepalanya, sehingga keledai itu menjadi tenang.

Sampailah Uzair dan keledainya di kebun. Tubuh keledai basah dengan keringat. Uzair turun dari keledainya, dan mulailah dia mengisi keranjangnya dengan buah anggur dan tin. Keledainya dibiarkan beristirahat di tempat yang teduh sambil memakan rumput. Setelah kedua keranjang terisi penuh, Uzair kembali meletakkan kedua keranjang tersebut pada punggung keledainya. Karena membawa beban terlalu berat, keledai itu tidak bisa berjalan cepat. Uzair lalu turun dari punggung keledainya, lalu menepuk-nepuk betis keledainya. Sungguh menakjubkan, keledai itu dapat berjalan dengan cepat.

Dalam perjalanan pulang, kembali Uzair dan keledai itu melewati pekuburan tua dan puing-puing kota mati yang menyeramkan itu. Sungguh mengherankan, tiba-tiba keledai itu ingin beristirahat di sana. Tanpa sadar, keledai itu berjalan ke tempat yang dibencinya itu. Uzair pun turut pula beristirahat. Ia turun dari punggung keledai itu dan menurunkan pula keranjangnya. Ia duduk di atas tanah sambil memeras anggur ke dalam sebuah mangkuk. Dikeluarkannya sepotong roti kering lalu dicelupkannya ke dalam perasan  anggur itu. Sambil menunggu rotinya menjadi lunak, Uzair melayangkan pandangannya ke puing-puing kota mati itu. I berkata,"Bagaimana cara Allah mengembalikan kota mati yang telah hancur itu?"

Tidak lama setelah itu, Uzair merasa mengantuk dan akhirnya tertidur. Melihat tuannya tertidur, keledai itu berusaha membangunkannya dengan meringkik. Tapi majikannya tetap saja tertidur. Bahkan keledai itu pun ikut pula tertidur. Ketika bangun, keledai itu seperti sudah berada di alam lain. Keledai itu mendengar suara yang ditujukan kepada majikannya. "Hai Uzair, berapa lama kamu tinggal di sini?"

"Saya tinggal disini selama sehari atau setengah hari." jawab Uzair. "Sebenarnya, engkau telah tinggal disini selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang telah berubah, dan lihatlah keledaimu yang telah menjadi tulang belulang. Kami menjadikanmu sebagai tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Dan lihatlah tulang-tulang keledai itu, Kami akan menyusunnya kembali dan membalutnya dengan daging."
Tiba-tiba terdengan suara,"Hai keledai, bangkitlah engkau!" Keledai seakan-akan terbangun dari tidurnya. Keledai itu melihat tuannya berdiri di hadapannya dengan kebingungan. Keledai itu pun bangkit sambil meringkik. Uzair kemudian berkata,"Aku benar-benar yakin bahwa Allah Mahakuasa menghidupkan kembali Makhluk-Nya yang telah mati." Uzair pun menunggangi keledainya dan pulang kembali ke kampungnya. 

Keledai itu merasa kebingungan dengan perubahan yang terjadi. Dia mengendus-endus tanah untuk mencari bau rumah tuannya. Namun, rumah tuannya itu tidak juga ditemukan. Akhirnya, barulah Uzair dan keledainya sadar, bahwa mereka baru saja bangkit dari kematian selama seratus tahun.

Tidak hanya Uzair dan keledainya saja yang kebingungan. Bahkan orang-orang pun tidak percaya bahwa orang yang datang adalah Uzair, nabi mereka. "Uzair telah pergi sejak seratus tahun yang lalu dan tidak pernah kembali lagi. Kami yakin Uzair sudah wafat," kata mereka.  "Demi Allah, aku adalah Uzair, Allah telah membangkitkan aku kembali dari kematian selama seratus tahun. Dimanakah anak dan cucuku? Mungkin mereka masih mengenalku," kata Uzair. 

Lalu mereka mengantar kepada cucunya. Namun, mereka tidak mau mengakui Uzair sebagai kakek/datuknya. Kebetulan, di kampung itu ada seorang perempuan tua yang pernah hidup bersama Uzair. Mereka pun mengantarkan Uzair kepadanya. Keledai itu berusaha mengendus bau perempuan tua yang sudah buta itu. Dan keledai itu yakin, kalau perempuan tua itu adalah pelayan tuannya dulu.

"Uzair adalah orang yang doanya mustajab. Jika memang engkau benar-benar Uzair, nerdoalah kepada Allah agar mataku dapat melihat kembali,"kata perempuan tua itu. Uzair pun berdoa, dan ajaibnya perempuan itu bisa kembali melihat. Orang-orang pun akhirnya percaya bahwa yang datang adalah benar-benar Uzair. Tetapi tetap saja, cucu-cucu Uzair belum sepenuhnya percaya. Hingga akhirnya, mereka meminta pembuktian bahwa Uzair memiliki lembaran Taurat yang asli. Dan Uzair pun menunjukkan di mana dia menyimpan lembaran Taurat itu. Mereka pergi ke pohon tua yang dikelilingi rerumputan. Di situlah Uzair menyimpan lembaran Taurat itu. Melihat hal ini, barulah mereka mengakui bahwa orang itu adalah Uzair, kakek mereka.


No comments: