Tuesday, July 24, 2012

Memaknai Puasa


Selasa, 24 Juli 2012

Oleh Muhammad Choirin*
IKADI

Ramadhan adalah sebuah madrasah imaniah bagi kaum Muslimin. Sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, puasa adalah sebuah media yang harus menghasilkan ketakwaan. (QS al-Baqarah [2]: 183). Orang yang berpuasa secara benar akan menjadi pribadi-pribadi muttaqin.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Minimal ada lima kaidah untuk mengoptimalkan makna puasa bagi kehidupan Muslim.  

Pertama, puasa hendaklah didasari atas keimanan (amanu). Allah SWT menggunakan ungkapan ya ayyuhallazina amanu. Hal ini menuntut agar kedatangan Ramadhan disambut dengan keimanan. Iman merupakan satu-satunya energi yang dapat membentuk sikap dan karakter seseorang. Dengan iman, seseorang akan mampu bersabar untuk menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa. Inilah rahasia hadis Nabi Muhammad SAW. Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan mengharap rida Allah maka ia akan diberikan ampunan dosa yang telah lalu.

Kedua, puasa harus menjadi karakter dalam diri seorang Muslim (kutiba). Allah SWT menggunakan istilah kutiba (ditulis) bukan furidha atau ujiba. Dalam beberapa kamus bahasa Arab, kata ini sering diartikan dengan al-naqsyu `alal hijarah (mengukir di atas batu). Hal ini menunjukkan bahwa puasa menghasilkan sikap dan karakter yang pasti, seperti disiplin, patuh pada aturan, amanah, dan sungguh-sunguh dalam menjalani ketaatan syariat Allah SWT.

Ketiga, mampu menahan diri. Kata kunci dari ibadah puasa adalah menahan diri, hal ini karena secara bahasa, puasa bermakna al-imsak (menahan diri). Siapa pun yang berpuasa ia harus menjadi pribadi yang dapat menjaga diri. Orang-orang sukses adalah orang yang dapat menahan diri dari sifat marah, arogan, egois, dan lain-lain. Jika menjadi orang kaya, ia dapat menahan diri untuk tidak sombong. Jika miskin, ia dapat menahan diri untuk tidak tamak.

Keempat, mampu mengambil pelajaran dari orang lain. Puasa yang diwajibkan kepada umat Islam ini bukan ibadah baru, melainkan ibadah yang sangat lama dan tua, kama kutiba `alallazina min qablikum (sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu). Salah satu hikmah didatangkan ungkapan ini adalah untuk menyentuh psikologi kaum Muslimin untuk tidak merasa sendirian dalam beribadah. Inilah rahasia mengapa puasa pada bulan Ramadhan lebih ringan dibanding melaksanakan puasa sunah di luar bulan Ramadhan.

Kelima, puasa harus diproyeksikan untuk membuahkan ketakwaan. Sebab itu, kaum Muslimin wajib melaksanakan berbagai ketaatan yang dapat menghasilkan ketakwaan. Standar puasa yang sukses dan menghasilkan ketakwaan adalah pola dan frekuensi ibadah setelah Ramadhan yang jauh lebih meningkat.

Kelima tips tersebut menjadikan puasa akan menghasilkan karakter dan men-sibghah kehidupan seorang Muslim seusai bulan Ramadhan.[]

*REPUBLIKA (24/7/12) Rubrik Tausihyah kerja sama antara Republika dan Ikatan Dai Indonesia (Ikadi)

___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia
 http://www.pkspiyungan.org/2012/07/memaknai-puasa.html

No comments: